
Ketua Umum MUI DIY Prof. Dr. KH. Machasin, MA, didampingi oleh Sekretaris Umum dan Bendahara Umum MUI DIY serta Pengurus MUI Pusat Bidang Dakwah. membuka Standarisasi Da’i MUI Pusat, diikuti oleh 111 orang dai se Indonesia, pada hari Senin, 28 Juli 2025, di Gedung DPRD DIY.
Yogyakarta, pinbasmui.com – Dalam rangka acara pembukaan standardisasi dai MUI pusat yang dilaksanakan di DPRD DIY, Ketua Umum MUI DIY, Prof. Dr. KH, Machasin, M.A., menyapa hadiri yang hadir antara lain Ketua dan jajaran Komisi Dakwah MUI Pusat, Para da’i dan da’iyah peserta standardisasi dari perwakilan ormas di Yogyakarta dan berbagai kota di propinsi se Indonesia, Para pimpinan MUI Kabupaten/Kota se-DIY, dan Para tokoh ormas Islam, akademisi, dan tamu undangan yang berbahagia.
Ketum MUI DIY juga mengajak kepada hadirin untuk bersama sama bersyukur dengan panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, kita semua dapat hadir bersama dalam kegiatan yang sangat penting ini: Standarisasi Da’i ke-41, yang diselenggarakan oleh Komisi Dakwah MUI Pusat bekerja sama dengan MUI Daerah Istimewa Yogyakarta, hari ini, Senin, 28 Juli 2025, di Gedung DPRD DIY.
Prof Machasin mengingatkan bahwa Zaman terus berubah. Tantangan dakwah semakin kompleks. Di era digital, pesan-pesan agama tak hanya disampaikan di mimbar-mimbar masjid, tapi juga melalui layar, media sosial, bahkan ruang-ruang dialog antaragama yang semakin luas. Maka dari itu, standarisasi da’i bukan sekadar rutinitas administratif, tetapi sebuah ikhtiar serius untuk membentuk da’i yang kompeten, moderat, dan mampu merespons zaman dengan bijak.
Kami di MUI DIY menyambut sangat baik kegiatan ini. Ini menjadi penguatan kapasitas SDM da’i dan da’iyah DIY khususnya, sekaligus menjadi momen memperkuat sinergi pusat dan daerah. Terlebih, Yogyakarta sebagai kota pendidikan dan kota budaya, memerlukan pendekatan dakwah yang sejuk, mendalam, dan penuh hikmah—sesuai prinsip wasathiyah Islam yang menjadi corak utama dakwah MUI.
Kami berharap, para peserta dari berbagai kota di Indonesia yang hadir sekitar 111 orang dapat mengikuti seluruh rangkaian kegiatan dengan sungguh-sungguh, memperluas wawasan keislaman, kebangsaan, dan keterampilan dakwah. Setelah pelatihan ini, semoga lahir para da’i yang mampu menjadi teladan dalam akhlak, mampu berdialog lintas budaya dan agama, serta mampu menjaga keutuhan NKRI dalam bingkai ukhuwah islamiyah, wathaniyah, dan basyariyah.
Akhirnya, kami ucapkan terima kasih kepada Komisi Dakwah MUI Pusat atas kepercayaannya menyelenggarakan kegiatan ini di DIY. Semoga Allah memberkahi dan meridhai ikhtiar kita bersama, tegas Ketum MUI DIY.

Setelah acara pembukaandilanjut dengan Materi 1: Seputar Islam dan Kebangsaan yang disampaikan oleh Dr. KH. Arif Fahrudin, M.Ag. dari Anggota Komisi Dakwah MUI Pusat.
Pendahuluan
- Tema Islam dan kebangsaan adalah isu strategis dan mendasar dalam konteks dakwah di Indonesia.
- Pemahaman yang utuh dan menyeluruh tentang posisi Islam terhadap kebangsaan sangat penting untuk menghindari ekstremisme dan menjaga keutuhan bangsa.
- MUI Pusat menegaskan bahwa Islam dan nasionalisme bukan dua hal yang saling bertentangan, melainkan saling menguatkan.
I. LANDASAN SYAR’IYAH HUBUNGAN ISLAM DAN KEBANGSAAN
- Islam sebagai agama rahmat bagi semesta alam (QS. Al-Anbiya’: 107).
- Konsep ukhuwah:
- Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan sesama Muslim),
- Ukhuwah Wathaniyah (persaudaraan sesama bangsa),
- Ukhuwah Basyariyah (persaudaraan sesama manusia).
- Contoh Nabi Muhammad SAW dalam Piagam Madinah:
- Membangun masyarakat multikultural yang adil dan harmonis.
- Mengakui hak-hak kelompok non-Muslim dalam masyarakat Madinah.
- Kaedah fiqh: حب الوطن من الإيمان (Cinta tanah air bagian dari iman) – walau ini bukan hadits sahih, tapi mencerminkan spirit pentingnya nasionalisme dalam kerangka keimanan.
II. PANCASILA SEBAGAI KONSEP KESEPAKATAN KEBANGSAAN
- Pancasila bukan agama, tapi dasar negara yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
- Para ulama sejak awal kemerdekaan telah menyepakati Pancasila sebagai mitsaqan ghalizha (perjanjian luhur bangsa).
- NKRI harga mati dalam konteks menjaga maqashid syariah:
- Menjaga agama,
- Menjaga jiwa,
- Menjaga akal,
- Menjaga harta,
- Menjaga keturunan.
III. PERAN DA’I DALAM MENGOKOHKAN ISLAM KEBANGSAAN
- Da’i sebagai agen moderasi dan pemersatu umat:
- Menyampaikan Islam yang rahmatan lil alamin, bukan yang mengancam keutuhan bangsa.
- Menjadi penjaga harmoni umat dan negara.
- Dakwah yang membangun semangat cinta tanah air dan menjaga kerukunan umat beragama.
- Waspadai narasi ekstremisme agama yang mengkafirkan negara, menolak Pancasila, atau mengajak memberontak sistem demokrasi.
IV. STRATEGI DAKWAH ISLAM KEBANGSAAN
- Membangun narasi Islam dan kebangsaan secara berimbang dalam khutbah dan ceramah.
- Mengedepankan akhlak dan dialog, bukan hujatan dan provokasi.
- Menjadi contoh dalam berwarganegara yang baik:
- Taat hukum,
- Aktif dalam kegiatan sosial-kemanusiaan,
- Peduli terhadap persatuan bangsa.
Harapan:
- Da’i dan da’iyah hari ini bukan hanya menyampaikan ajaran Islam semata, tapi juga menjaga bangsa dari perpecahan dan radikalisme.
- Islam dan Indonesia bisa berjalan beriringan, saling menguatkan untuk membangun masyarakat adil, makmur, dan bermartabat.
- Mari kita rawat kebinekaan, kita jaga persatuan, dan kita dakwahkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

Selanjutnya Materi 2: Islam Wasathiyah yang disampaikan oleh Dr. KH. M. Cholil Nafis, Lc., MA., Ph.D. dari Ketua MUI Pusat, Pakar Fikih dan Dakwah Wasathiyah, dalam kegiatan Standarisasi Da’i ke-41, Komisi Dakwah MUI Pusat di MUI DIY:
Pendahuluan
- Dunia Islam saat ini menghadapi dua tantangan ekstrem:
- Ekstrem kanan (radikal, takfiri, kekerasan atas nama agama).
- Ekstrem kiri (sekular, liberal, menjauh dari nilai agama).
- Maka, Islam Wasathiyah hadir sebagai jalan tengah yang lurus dan solutif bagi umat dan bangsa.
- Indonesia membutuhkan da’i dan ulama bermanhaj wasathiyah sebagai penyejuk dan penjaga harmoni.
I. DEFINISI ISLAM WASATHIYAH
- Istilah wasathiyah berasal dari kata “wasath” yang berarti tengah, adil, seimbang.
- QS. Al-Baqarah: 143
“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) umat pertengahan (ummatan wasathan)…” - Dalam konteks dakwah, wasathiyah berarti:
“Bersikap adil, tidak ekstrem kanan atau kiri, mampu mengambil posisi tengah yang menyatukan kebenaran syar’i dan realitas sosial.”
II. PRINSIP-PRINSIP ISLAM WASATHIYAH
- Tawassuth (moderat) – tidak ekstrem dalam keyakinan dan praktik ibadah.
- Tawazun (seimbang) – antara dunia dan akhirat, ibadah dan muamalah, ilmu dan amal.
- I’tidal (adil) – adil terhadap diri, keluarga, masyarakat dan semua golongan.
- Tasâmuh (toleransi) – menghargai perbedaan, tidak memaksakan pendapat.
- Musawah (egaliter) – tidak diskriminatif terhadap suku, bangsa, gender, dll.
- Syura (musyawarah) – mendahulukan dialog dan kebijaksanaan kolektif.
- Islah (reformasi dan perbaikan) – aktif memperbaiki umat dan bangsa.
III. WASATHIYAH ISLAMIYAH DALAM KONTEKS INDONESIA
- Ulama Indonesia sejak zaman dahulu adalah pelopor wasathiyah:
- Wali Songo berdakwah dengan budaya lokal.
- NU dan Muhammadiyah berdiri atas dasar Islam rahmatan lil ‘alamin.
- MUI Pusat mengarusutamakan wasathiyah Islam melalui Gerakan Dakwah Moderat:
- Dakwah mencerahkan, bukan menyesatkan.
- Dakwah merangkul, bukan memukul.
- Islam Wasathiyah sangat cocok diterapkan dalam konteks masyarakat majemuk seperti Indonesia.
IV. TANTANGAN DAKWAH WASATHIYAH
- Masih adanya kelompok radikal dan intoleran di tengah masyarakat.
- Penyebaran hoaks agama dan ujaran kebencian di media sosial.
- Kurangnya narasi Islam damai dan inklusif di ruang publik.
- Kecenderungan sebagian da’i yang terlalu tekstualis atau terlalu liberal.
V. PERAN DA’I WASATHIYAH
- Menjadi penjaga akidah dan perekat bangsa.
- Membangun narasi Islam damai dan cinta tanah air.
- Berani menolak narasi provokatif, takfiri, dan intoleran.
- Mengisi ruang dakwah digital dengan konten Islam yang sejuk, argumentatif, dan berkualitas.
Harapan:
- Islam Wasathiyah adalah kebutuhan zaman dan jawaban atas tantangan ekstremisme.
- Da’i wasathiyah harus hadir di setiap lini kehidupan masyarakat: masjid, kampus, media, dan komunitas.
- Mari kita dakwahkan Islam yang indah, yang menjadi rahmat, bukan ancaman, serta menyatukan, bukan memecah-belah.

Selanjutnya Materi 3: Wakaf Uang dan Pengelolaannya di Era Modern yang disampaikan oleh Dr. KH. Ahmad Zubaidi, MA, Anggota MUI Pusat – Pakar Fikih Muamalah dan Ekonomi Syariah, dalam acara Standarisasi Da’i ke-41, Komisi Dakwah MUI Pusat di MUI DIY.
Pendahuluan
- Wakaf adalah salah satu instrumen filantropi Islam yang memiliki potensi besar untuk pembangunan ekonomi umat secara berkelanjutan.
- Di era modern, bentuk wakaf tidak hanya berupa tanah dan bangunan, tapi juga wakaf uang (cash waqf) yang fleksibel dan produktif.
- Peran da’i dan tokoh agama sangat penting untuk mensosialisasikan dan menggerakkan wakaf uang sebagai solusi ekonomi umat.
I. DASAR SYAR’I WAKAF
- Wakaf berasal dari kata “waqafa” yang berarti menahan/memutuskan kepemilikan untuk kepentingan umum.
- Dalil Wakaf:
- Hadits: “Apabila anak Adam meninggal, maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim)
- Sedekah jariyah inilah yang mencakup wakaf.
II. APA ITU WAKAF UANG?
- Definisi: Menahan uang tunai untuk diinvestasikan dan hasilnya digunakan untuk kepentingan umum sesuai prinsip syariah.
- Landasan hukum di Indonesia:
- UU No. 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
- Peraturan BWI & Fatwa MUI No. 2/DSN-MUI/2002 tentang Wakaf Uang.
- Fatwa DSN-MUI:
- Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh).
- Wakaf uang tidak boleh habis pokoknya.
- Harus dikelola oleh Nazhir profesional melalui Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU).
III. KEUNGGULAN WAKAF UANG DI ERA MODERN
- Fleksibel: Bisa dimulai dari jumlah kecil (misalnya Rp 10.000).
- Produktif: Bisa diinvestasikan pada sektor riil dan sosial (UMKM, sekolah, rumah sakit, dll).
- Tepat sasaran: Hasil wakaf bisa disalurkan ke bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, kemanusiaan, dll.
- Sustainable (berkelanjutan): Pokoknya tetap, manfaatnya terus bergulir.
- Digital-friendly: Bisa dilakukan secara online melalui platform fintech syariah.
IV. TANTANGAN PENGELOLAAN WAKAF UANG
- Kurangnya pemahaman umat bahwa wakaf bisa berupa uang.
- Lemahnya tata kelola Nazhir: kurang profesional dan akuntabel.
- Minimnya promosi dan edukasi dari para da’i dan lembaga keuangan.
- Keterbatasan sinergi antara lembaga wakaf, masjid, dan komunitas.
V. PERAN DA’I DALAM GERAKAN WAKAF UANG
- Mengedukasi jamaah bahwa wakaf tidak harus berupa tanah, tetapi juga bisa uang.
- Menjadi pelopor wakaf uang dan memberi teladan langsung.
- Menghubungkan jamaah dengan LKS-PWU terpercaya (BWI, BSI, BWI-DIY, BWI UMY, dll).
- Membangun gerakan wakaf berbasis masjid:
- Wakaf uang untuk dana pendidikan anak yatim,
- Wakaf uang untuk pembiayaan UMKM jamaah,
- Wakaf uang untuk pembangunan rumah sakit Islam, dll.
VI. CONTOH PRAKTIK PENGELOLAAN WAKAF UANG
- Wakaf Uang untuk Beasiswa Mahasiswa Dhuafa.
- Wakaf Uang untuk Modal Bergulir UMKM Syariah.
- Wakaf Uang untuk Penyediaan Ambulans dan Layanan Kesehatan Gratis.
- Wakaf Uang untuk Pembangunan Sarana Ibadah dan Pendidikan.
Harapan:
- Wakaf uang adalah solusi modern dalam ekonomi syariah.
- Harus dikelola secara transparan, akuntabel, dan profesional.
- Da’i harus menjadi agen perubahan dalam menyampaikan dan membumikan potensi wakaf uang di masyarakat.


Selanjutnya Materi 4: Literasi Ekonomi Islam yang disampaikan oleh narasumber dari Bank Syariah Indonesia (BSI) dalam kegiatan Standarisasi Da’i ke-41 Komisi Dakwah MUI Pusat di MUI DIY:
Pendahuluan
- Ekonomi Islam bukan hanya teori keuangan, tapi juga bagian dari ajaran Islam yang integral.
- Dalam ekonomi Islam, tujuan utama bukan sekadar profit, tapi mewujudkan keadilan, keberkahan, dan kesejahteraan bersama (maslahah).
- Peran dai sangat penting dalam meningkatkan literasi ekonomi syariah di tengah masyarakat.
I. APA ITU EKONOMI ISLAM?
- Sistem ekonomi berdasarkan nilai-nilai Al-Qur’an dan Sunnah.
- Tujuannya: mencapai al-falah (kesuksesan dunia dan akhirat) melalui distribusi kekayaan yang adil, etika dalam transaksi, dan larangan riba.
- Prinsip dasar:
- Larangan riba (bunga),
- Larangan gharar (ketidakjelasan),
- Larangan maysir (judi),
- Keadilan & transparansi,
- Profit & risk sharing.
II. MENGAPA LITERASI EKONOMI ISLAM ITU PENTING?
- Saat ini tingkat literasi keuangan syariah di Indonesia masih rendah (sekitar 9% menurut OJK).
- Banyak umat Islam yang belum memahami:
- Perbedaan bank konvensional dan bank syariah,
- Bahaya riba,
- Fungsi zakat, infak, sedekah, dan wakaf dalam pembangunan ekonomi umat,
- Prinsip halal dalam muamalah dan usaha.
- Rendahnya literasi ini menyebabkan umat terjebak dalam sistem ribawi, investasi bodong, dan keuangan tidak sehat.
III. INSTRUMEN-INSTRUMEN EKONOMI ISLAM
- Perbankan Syariah
- Produk: tabungan, pembiayaan (murabahah, ijarah, musyarakah, dll).
- Semua berbasis akad, bukan bunga.
- Zakat, Infak, Sedekah (ZIS)
- Sebagai mekanisme distribusi kekayaan.
- Wakaf Produktif
- Bisa dalam bentuk tanah, bangunan, bahkan wakaf uang.
- Asuransi Syariah (Takaful)
- Berdasarkan tolong-menolong (ta’awun), bukan spekulasi.
- Pasar Modal Syariah
- Saham syariah, sukuk, reksa dana syariah.
- UMKM Syariah
- Basis penguatan ekonomi umat dengan prinsip halal dan etis.
IV. PERAN DAI DALAM LITERASI EKONOMI ISLAM
- Dai harus menjadi penyambung lidah ekonomi syariah:
- Menjelaskan bahaya riba dan solusi syariah.
- Mendorong masyarakat menabung dan bertransaksi di bank syariah.
- Mengedukasi masyarakat agar sadar zakat, wakaf, dan halal lifestyle.
- Menjadi konsultan spiritual sekaligus ekonomi umat.
- Dai harus paham istilah ekonomi dasar:
- Apa itu murabahah, musyarakah, mudharabah, ijarah?
- Apa beda saving vs investasi?
- Bagaimana cara mendorong UMKM halal?
V. KONTRIBUSI BSI DALAM PENGUATAN EKONOMI UMAT
- BSI mendukung program:
- Masjid sebagai pusat pemberdayaan ekonomi umat.
- BSI Maslahat: beasiswa, UMKM, wakaf produktif, pemberdayaan petani & nelayan.
- BSI Smart Da’i: pelatihan da’i paham ekonomi syariah.
- Digitalisasi ZISWAF: aplikasi untuk donasi zakat, infak, wakaf secara online.
- Kolaborasi BSI dengan MUI, takmir masjid, dan komunitas untuk membangun kemandirian ekonomi umat.
Penutup
- Literasi ekonomi Islam adalah tugas bersama.
- Da’i adalah kunci dalam menggerakkan masyarakat untuk berpindah dari ekonomi ribawi menuju ekonomi berkah.
- Mari bersama bangun ekosistem ekonomi syariah dari masjid, oleh umat, untuk kesejahteraan bangsa.


Selanjutnya Materi 5: Ke-MUI-an yang disampaikan oleh Dr. H. Amirsyah Tambunan, MA (Sekjen MUI Pusat) dalam kegiatan Standarisasi Da’i ke-41 Komisi Dakwah MUI Pusat di Gedung DPRD DIY.
Pendahuluan
- Majelis Ulama Indonesia (MUI) adalah wadah musyawarah para ulama, zu’ama, dan cendekiawan muslim yang berfungsi sebagai khadimul ummah (pelayan umat) dan shadiqul hukumah (mitra kritis pemerintah).
- Dalam konteks dakwah dan keulamaan, memahami “Ke-MUI-an” sangat penting bagi para dai agar dakwahnya selaras dengan prinsip, visi, dan arah perjuangan MUI.
I. SEJARAH SINGKAT MUI
- Didirikan: 26 Juli 1975 (17 Rajab) di Jakarta.
- Latar belakang:
- Menyatukan ormas-ormas Islam.
- Menjawab tantangan umat secara kolektif dan terorganisasi.
- Memberikan fatwa dan panduan hidup keislaman kepada umat Islam di Indonesia.
II. FUNGSI DAN PERAN MUI
- Pelayan Umat (Khadimul Ummah):
- Menyampaikan fatwa, bimbingan ibadah, pedoman akhlak, dan advokasi kepentingan umat.
- Mitra Pemerintah (Shadiqul Hukumah):
- Menyampaikan masukan, kritik membangun, dan menjadi penyeimbang dalam penyusunan kebijakan.
- Penghubung Antar-Ormas Islam:
- Menjadi forum silaturrahim antara NU, Muhammadiyah, Persis, Al Irsyad, dan lain-lain.
- Penjaga Aqidah dan Akhlak Umat:
- MUI menjadi rujukan dalam menangkal aliran sesat, penyimpangan aqidah, dan pengaruh ideologi radikal.
III. STRUKTUR ORGANISASI MUI
- MUI terdiri atas:
- MUI Pusat,
- MUI Provinsi,
- MUI Kabupaten/Kota, hingga
- MUI Kecamatan dan Kelurahan/Desa.
- Komisi-komisi strategis:
- Komisi Fatwa, Komisi Dakwah, Komisi Pendidikan dan Kaderisasi Ulama, Komisi Ekonomi, Komisi Hubungan Luar Negeri, Komisi Infokom, dan lainnya.
IV. PERAN DAI DALAM KE-MUI-AN
- Da’i bukan hanya penceramah, tetapi juga representasi moral MUI di masyarakat.
- Seorang dai harus:
- Menjadi corong dakwah moderat (wasathiyah),
- Mengikuti standar akhlak dan adab ulama, bukan sekadar viral,
- Menghindari ujaran kebencian, takfiri, dan adu domba antar kelompok,
- Memahami fatwa dan keputusan MUI sebelum menyampaikan materi di publik.
- Dai juga bertugas mengedukasi umat tentang fatwa halal, vaksin, ekonomi syariah, dan nilai-nilai kebangsaan.
V. MUI DI ERA MODERN
- MUI kini menghadapi tantangan globalisasi, disinformasi digital, dan disrupsi nilai.
- Solusi:
- Penguatan kaderisasi ulama muda (melalui PKU, LKD, dll),
- Digitalisasi dakwah dan fatwa,
- Sinergi dengan pemerintah, akademisi, dan komunitas Muslim internasional.
VI. PROGRAM STRATEGIS MUI
- Standarisasi Da’i – seperti yang kita hadiri saat ini.
- Gerakan Nasional Wakaf Uang dan Halal Lifestyle.
- Moderasi Beragama dan Deradikalisasi Dakwah.
- Konsolidasi Ormas Islam dan Pemuda Lintas Ormas.
- Penguatan Ekonomi Umat melalui PINBAS, DSN, dan LPH.
Harapan:
- Menjadi bagian dari MUI bukan hanya kehormatan, tapi juga amanah besar dalam memikul tanggung jawab dakwah dan keumatan.
- Mari kita jaga marwah MUI sebagai lembaga ulama yang berintegritas, kredibel, dan berpihak kepada umat.
- Jadilah da’i yang menyatukan, bukan memecah. Jadilah ulama yang memandu, bukan menghakimi.


Selanjutnya Materi 6: Proses Lahirnya Fatwa MUI, yang disampaikan oleh Prof. Dr. KH. Shofiyulloh Muzammil, MA dari MUI Pusat dalam kegiatan Standarisasi Da’i ke-41 Komisi Dakwah MUI Pusat di Gedung DPRD DIY.
Pendahuluan
- Fatwa dalam Islam adalah penjelasan hukum terhadap persoalan yang dihadapi umat, bersumber dari Al-Qur’an, Sunnah, ijma’, qiyas, dan ijtihad ulama.
- Di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) berperan strategis sebagai lembaga otoritatif dalam memberikan fatwa keagamaan bagi umat Islam.
- Fatwa MUI menjadi rujukan utama dalam banyak isu kontemporer seperti: halal haram produk, vaksinasi, fintech, BPJS, zakat perusahaan, hingga urusan negara dan kedaruratan.
I. LANDASAN SYAR’I DAN YURIDIS FATWA MUI
- QS. An-Nahl: 43:
“Fas’alu ahlaz zikri in kuntum la ta’lamun.” (Tanyakanlah kepada ahlinya jika kalian tidak mengetahui.) - Fatwa adalah bagian dari ijtihad jama’i (kolektif) oleh para ulama, bukan opini individu.
- Dasar hukum negara:
- MUI berdiri berdasarkan SKB 5 Menteri tahun 1975, dan kini menjadi mitra strategis pemerintah dalam urusan keumatan.
- Fatwa MUI tidak mengikat secara hukum negara, tetapi berkekuatan moral dan sosial sangat kuat.
II. LANGKAH-LANGKAH PROSES LAHIRNYA FATWA MUI
- Masuknya Permohonan Fatwa atau Isu Keagamaan
- Bisa berasal dari masyarakat, lembaga negara, kementerian, industri, bahkan media.
- Contoh: Fatwa tentang rokok, BPJS, fintech, vaksin halal, dan lainnya.
- Pembahasan Awal oleh Tim Komisi Fatwa
- Komisi Fatwa MUI Pusat terdiri dari para ulama berbagai ormas, akademisi, dan ahli hukum Islam.
- Kajian Komprehensif (Bahtsul Masail)
- Pendekatan bayani (nash), burhani (rasional), dan irfani (hikmah dan maqashid syariah).
- Pendekatan lintas disiplin: fikih, medis, teknologi, ekonomi, dll.
- Rapat Komisi Fatwa
- Dilakukan secara terbuka, diskusi panjang, musyawarah.
- Hasil rapat bisa berupa: disetujui, ditunda, atau dikembalikan untuk kajian lanjutan.
- Pengesahan oleh Pimpinan MUI
- Hasil fatwa dikonsultasikan dan disahkan oleh Dewan Pimpinan MUI.
- Publikasi Resmi
- Fatwa diumumkan melalui media resmi MUI dan disebarkan ke masyarakat, kementerian, dan instansi terkait.
- Ada fatwa yang bersifat umum, dan ada pula yang khusus atau rahasia (internal).
III. CONTOH FATWA MUI YANG BERDAMPAK NASIONAL
- Fatwa haram bunga bank (riba) → mendorong lahirnya bank syariah.
- Fatwa haram rokok untuk anak-anak dan tempat publik → jadi landasan kebijakan daerah.
- Fatwa halal vaksin COVID-19 → memperkuat kepercayaan publik terhadap vaksinasi.
- Fatwa produk keuangan digital (fintech) → memberikan pedoman industri dan masyarakat.
IV. KARAKTERISTIK FATWA MUI
- Wasathiyah (moderat) – tidak ekstrem kanan atau kiri.
- Rasional dan kontekstual – tidak hanya tekstual.
- Kolaboratif – melibatkan pakar lintas bidang (medis, ekonomi, dll).
- Berbasis maqashid syariah – mendahulukan kemaslahatan umat.
- Progresif dan adaptif – merespons isu kontemporer dengan pendekatan fikih modern.
V. PERAN DA’I DALAM MENYAMPAIKAN FATWA MUI
- Da’i adalah corong resmi MUI di tengah masyarakat.
- Wajib memahami isi dan konteks fatwa.
- Tidak menyebarkan penafsiran pribadi atas fatwa yang dapat menyesatkan umat.
- Menjelaskan kepada masyarakat bahwa fatwa adalah panduan, bukan pemaksaan.
- Jika ada fatwa baru, da’i harus menjelaskan dengan pendekatan hikmah, mau’idzah hasanah, dan dialog.
Harapan:
- Fatwa MUI lahir bukan dari pendapat pribadi, tapi melalui proses ijtihad kolektif yang mendalam.
- Peran da’i adalah menjaga marwah fatwa, menyampaikannya dengan bijak, dan mendidik umat agar memahami hukum Islam secara utuh dan kontekstual.

Produk umat yang perlu dibantu promosi dan dipasarkan se Indonesia oleh setiap dai yaitu pembersih dan pewangi loundry: sabun cuci piring dan deterjen cuci pakaian. Sudah berijin resmi.

Selanjutnya Materi 7: Asesmen Ceramah Dai oleh Tim Komisi Dakwah MUI Pusat, yang disampaikan dalam kegiatan Standarisasi Da’i MUI ke-41 di MUI DIY. Dibagi dalam 10 kelompok dengan satu pendamping dari panitia standarisasi dai MUI pusat.
Tujuan Asesmen Ceramah
- Menstandarkan kompetensi da’i agar sesuai dengan visi dakwah MUI yang rahmatan lil ‘alamin dan berwawasan kebangsaan.
- Menjamin konten ceramah tidak bertentangan dengan prinsip Islam Wasathiyah.
- Meningkatkan profesionalisme dan kualitas penyampaian da’i dalam berbagai forum.
Aspek yang Dinilai dalam Asesmen Ceramah
- Aspek Aqidah dan Manhaj
- Sesuai dengan Ahlussunnah wal Jama’ah
- Tidak mengandung faham ekstremisme atau liberalisme yang menyimpang
- Aspek Materi
- Akurat, berdasarkan dalil shahih (Al-Qur’an, Hadis, Ijma’, Qiyas)
- Relevan dengan kebutuhan umat (aktual, kontekstual)
- Mengandung nilai wasathiyah, toleransi, dan cinta NKRI
- Aspek Metodologi dan Penyampaian
- Sistematis dan runtut
- Bahasa komunikatif dan mudah dipahami
- Tidak provokatif dan tidak menyinggung SARA
- Aspek Etika Da’i
- Berpenampilan sopan dan Islami
- Menghormati audiens dan menjaga akhlak dakwah
- Menghindari pernyataan yang memecah belah umat
- Aspek Penguasaan Media
- Mampu menggunakan media dakwah (offline dan online)
- Melek teknologi dalam menyampaikan pesan dakwah (slide, video, sosial media)
Teknis Pelaksanaan Asesmen
- Dilakukan secara langsung melalui praktik ceramah 5–10 menit
- Dinilai oleh tim penguji dari Komisi Dakwah MUI Pusat
- Hasil asesmen menjadi salah satu syarat sertifikasi da’i MUI
Penutup
Asesmen ceramah bukan hanya pengujian, tetapi bagian dari proses pembinaan berkelanjutan agar para da’i MUI menjadi agen perubahan sosial yang moderat, solutif, dan mampu menjawab tantangan zaman.

Produk umat yang perlu dibantu promosi dan dipasarkan se Indonesia oleh setiap dai yaitu pembersih dan pewangi loundry: sabun cuci piring dan deterjen cuci pakaian. Sudah berijin resmi.

Akhirnya Materi 8 dalam kegiatan Standarisasi Dai ke-41 MUI yaitu post test oleh Tim Komisi Dakwah MUI Pusat, yang dilaksanakan di MUI DIY, Gedung DPRD DIY.
🧭 Tujuan Tes Standarisasi Dai
- Mengukur pemahaman keislaman dan kebangsaan calon dai.
- Menilai kapasitas dakwah wasathiyah (moderat, rahmatan lil ‘alamin).
- Menguji wawasan peserta terhadap:
- Keorganisasian MUI
- Fatwa-fatwa strategis MUI
- Isu-isu aktual yang berkaitan dengan dakwah dan umat.
📝 Bentuk Tes
- Tes Tertulis Pilihan Ganda dan Esai
- Materi dari seluruh sesi sebelumnya: Islam-Kebangsaan, Wasathiyah, Wakaf, Ekonomi Syariah, Ke-MUI-an, Proses Fatwa, dll.
- Penekanan pada pemahaman prinsip-prinsip Islam Wasathiyah dan NKRI.
- Tes Lisan / Praktik Ceramah (Assesment)
- Simulasi ceramah 7–10 menit
- Dinilai oleh Tim Assesor Dakwah MUI Pusat
📚 Contoh Kisi-Kisi Tes Tertulis
- Jelaskan prinsip dasar Islam Wasathiyah!
- Apa peran dai dalam menjaga persatuan umat dan bangsa?
- Sebutkan 3 contoh fatwa strategis MUI dan dampaknya!
- Apa itu wakaf uang, dan bagaimana cara optimal pengelolaannya di era modern?
- Apa struktur kelembagaan MUI Pusat dan Daerah?
- Bagaimana keterkaitan literasi ekonomi Islam dengan dakwah kekinian?
🎯 Kriteria Kelulusan
- Nilai Minimum Lulus Tes Tertulis dan Lisan
- Sikap dan Komitmen terhadap Dakwah Wasathiyah
- Kelayakan menjadi dai MUI baik di panggung nasional maupun daerah
🔖 Harapan:
Tes ini bukan sekadar ujian formalitas, tetapi menjadi ikhtiar bersama untuk membentuk dai yang berkualitas, berwawasan kebangsaan, dan mampu berdakwah dengan metode yang berhikmah dan bijaksana sesuai semangat ummatan wasathan dalam berbagai bidang kehidupan umat, seperti dakwah di bidang pendidikan, kesehatan, sosial budaya dan ekonomi bisnis syariah.




Alhamdulillah