
Temanggung, Jawa Tengah, pinbasmui.com – Suasana pagi di Dusun Ngadiprono, Kabupaten Temanggung, setiap Ahad Pon dan Ahad Wage selalu berbeda. Sejak pukul 06.00 WIB, ratusan pengunjung dari berbagai daerah dan kota sudah memadati Pasar Papringan Ngadiprono, sebuah pasar rakyat i sebuah desa yang unik, yang menghadirkan konsep inkubasi bisnis syariah berbasis desa. Pasar ini hanya buka hingga pukul 12.00 WIB, namun dalam rentang waktu singkat itu geliat ekonomi masyarakat desa terasa begitu hidup, demikian kesan Ketua PINBAS MUI DIY, Jumarodin, saat mengunjungi untuk pertamakalinya di lokasi pasar papringan tersebut .

Pasar Papringan Ngadiprono berdiri dengan prinsip 100% produk lokal desa. Penjual 100% warga desa tersebut. Bahan halal yang di jual juga 100% dari potensi desa tersebut. Semua bahan baku berasal dari hasil bumi setempat, diolah secara halal, dan diproduksi langsung oleh warga desa. Mulai dari makanan tradisional, minuman segar, hingga kerajinan tangan, seluruhnya lahir dari kreativitas dan keterampilan warga Ngadiprono sendiri termasuk musik gamelan tradisional yang hadir memberi suasana semarak saat banyak pengunjung berjalan berdesakan untuk belanja kuliner desa halal. Dengan demikian, pasar ini tidak hanya menjadi ruang jual-beli, melainkan juga wadah pemberdayaan UMKM desa sekaligus menjaga identitas budaya dan kearifan lokal.

Keistimewaan pasar ini juga terlihat dari cara promosi. Berkat kekuatan media sosial, informasi tentang Pasar Papringan Ngadiprono menyebar luas dan menarik minat wisatawan dari berbagai kota se Indonesia, bahkan wisatawan dari asing datang saat berjumpa berkenalan dengan pengunjung lainnya. Nampak juga plat mobil dari berbagai daerah di Jateng, Jabar, Jatim, DIY, Jakarta dan lainnya. Para pengunjung tidak sekadar berbelanja, tetapi juga merasakan pengalaman wisata budaya dan kuliner halal khas desa setempat yang masih asli.

Konsep yang dijalankan Pasar Papringan Ngadiprono sejatinya mencerminkan model pasar inkubasi bisnis syariah. Prinsip halal (bahan halal, proses produksi halal, kemasan sesuai syariah), keadilan, keberkahan, dan keberlanjutan menjadi pijakan utamanya. Warga desa sebagai produsen sekaligus pelaku usaha memperoleh manfaat ekonomi secara langsung, sementara pengunjung mendapatkan jaminan bahwa produk yang dikonsumsi berasal dari bahan halal, sehat, dan asli desa.

Dengan keberhasilan ini, Pasar Papringan Ngadiprono Temanggung Jateng tidak hanya menjadi magnet wisata kuliner dan budaya, tetapi juga contoh nyata bagaimana sebuah desa bisa membangun ekonomi mandiri, kreatif, dan berkelanjutan melalui konsep pasar syariah. Dari desa untuk Indonesia, Ngadiprono membuktikan bahwa kemandirian ekonomi umat dapat tumbuh dari akar budaya dan kearifan lokal.



PRESS RELEASE
Pasar Papringan Ngadiprono Temanggung Jateng: Model Pasar Inkubasi Bisnis Syariah dari Desa untuk Indonesia
Temanggung, Jawa Tengah, pinbasmui.com – Pasar Papringan Ngadiprono yang berlokasi di Dusun Ngadiprono, Kabupaten Temanggung, terus menarik perhatian publik. Pasar unik ini hadir sebagai model pasar inkubasi bisnis syariah berbasis desa, dengan mengedepankan produk halal, sehat, dan 100% hasil karya warga setempat.

Pasar ini hanya buka setiap Ahad Pon dan Ahad Wage, mulai pukul 06.00 WIB hingga 12.00 WIB, namun selalu ramai dikunjungi wisatawan dari berbagai daerah. Informasi tentang pasar tersebar luas melalui media sosial, menjadikannya salah satu destinasi wisata kuliner dan budaya yang ikonik di Temanggung.

Ciri khas Pasar Papringan Ngadiprono adalah seluruh produk yang dijual berasal dari bahan baku lokal dan diproduksi langsung oleh warga desa. Mulai dari makanan dan minuman tradisional hingga berbagai kerajinan tangan, semua lahir dari kreativitas dan kearifan lokal masyarakat Ngadiprono.

Dengan prinsip syariah dan keberlanjutan, pasar ini berhasil memberdayakan UMKM desa sekaligus menjaga ekosistem ekonomi halal. Warga desa sebagai pelaku usaha memperoleh manfaat ekonomi secara langsung, sementara pengunjung mendapatkan jaminan produk halal dan berkualitas.

Pasar Papringan Ngadiprono menjadi bukti nyata bahwa desa mampu membangun ekonomi mandiri, kreatif, dan berkeadilan. Konsep ini layak direplikasi di berbagai daerah lain sebagai upaya memperkuat ketahanan ekonomi umat dan mengembangkan wisata halal berbasis kearifan lokal.











Sejarah Pasar Papringan Ngadiprono Temanggung, Jawa Tengah
Pasar Papringan Ngadiprono bermula dari sebuah gagasan sederhana untuk menghidupkan kembali ruang desa dan menggerakkan ekonomi masyarakat berbasis kearifan lokal. Nama “papringan” sendiri merujuk pada kebun bambu (pring) yang dulunya menjadi lahan kosong di Dusun Ngadiprono, Temanggung, Jawa Tengah. Lahan tersebut kemudian diubah menjadi sebuah pasar rakyat dengan suasana alami, ramah lingkungan, dan penuh nuansa tradisional.

Pasar ini resmi mulai berjalan pada pertengahan tahun 2017, dipelopori oleh sekelompok pegiat budaya, lingkungan, dan masyarakat desa. Konsep yang diusung adalah pasar tradisional tanpa plastik, di mana seluruh makanan dan minuman disajikan dengan wadah ramah lingkungan, seperti daun pisang, bambu, atau gerabah. Tujuan awalnya adalah melestarikan lingkungan sekaligus membangun ekosistem ekonomi yang berpihak pada warga desa.

Sejak awal, prinsip yang dipegang adalah produk lokal, asli, dan halal. Semua yang dijual berasal dari hasil bumi, resep, serta keterampilan warga Ngadiprono sendiri. Dengan demikian, Pasar Papringan bukan hanya ruang transaksi, tetapi juga laboratorium sosial-ekonomi desa—tempat warga belajar kewirausahaan, mengembangkan kreativitas, sekaligus menjaga tradisi leluhur.

Seiring berjalannya waktu, pasar ini semakin dikenal luas berkat promosi dari mulut ke mulut dan media sosial. Pengunjung datang dari berbagai kota untuk merasakan pengalaman belanja dan wisata kuliner yang berbeda. Pasar Papringan Ngadiprono pun berkembang menjadi ikon wisata budaya dan ekonomi kreatif di Temanggung, bahkan mendapat perhatian nasional sebagai contoh pasar berbasis desa yang berkelanjutan.

Kini, Pasar Papringan Ngadiprono bukan sekadar pasar mingguan setiap Ahad Pon dan Ahad Wage, melainkan telah menjadi simbol kebangkitan ekonomi desa melalui jalur inkubasi bisnis syariah: jujur, adil, halal, ramah lingkungan, dan berpihak pada kesejahteraan masyarakat lokal.





