
Dialog tiga arah antara Pak Ihsan (auditor praktisi), Pak Arif (auditor akademisi), dan Pak Juma serta Pak Anto (PINBAS DIY) tentang titik kritis RPU yang harus diperhatikan pelaku usaha agar sesuai standar ASUH (Aman, Sehat, Utuh, Halal)
Dialog Sertifikasi Halal ttg Rumah Potong Unggas
Pak Ihsan (Auditor Praktisi):
“Kalau kita bicara Rumah Potong Unggas (RPU) berkaki dua dan Rumah Potong Hewan (RPH) berkaki empat, titik kritis pertama itu ada di penerimaan unggas/ hewan. Misalnya, saya sering temukan kasus unggas yang dicampur: sehat, sakit, bahkan ada yang sudah mati. Ini berbahaya, karena bisa menimbulkan kontaminasi silang dan merusak standar halal. Transportasi pun harus sesuai animal welfare, jangan sampai ayam stress berlebihan.”
Pak Arif (Auditor Akademisi):
“Betul, Pak Ihsan. Dari sisi akademik, kita menekankan bahwa unggas yang akan disembelih harus memenuhi kriteria fitness for slaughter. Ayam yang sakit atau cacat sebaiknya tidak dipotong. Hal ini juga mendukung aspek food safety. Jadi, sebelum masuk ke tahap penyembelihan, harus ada pemeriksaan kesehatan hewan sederhana di lapangan.”
Pak Juma (PINBAS DIY):
“Saya melihat titik paling sensitif justru ada di tahap penyembelihan. Karena ini menyangkut syariat. Harus dilakukan oleh muslim yang baligh dan berakal, dengan pisau tajam, sekali sayat, memutus tiga saluran utama, dan membaca basmalah. Jangan sampai ayam mati karena setrum atau sebab lain sebelum disembelih. Kalau salah di sini, status halalnya gugur. Inilah titik titik yang paling kritis diantara titik kritiis yang ada dari proses penyelmbelihan unggas yang punya karakter beda beda setiap jenis unggas (ayam, entok, bebek, kalkun)”
Pak Ihsan:
“Setelah itu, proses bleeding atau pengeluaran darah harus sempurna. Waktu yang ideal 2–3 menit. Kalau buru-buru masuk ke proses berikutnya, bisa ada sisa darah yang membuat daging cepat busuk dan tidak sehat.”
Pak Arif:
“Dari hasil penelitian, darah yang tertinggal bisa menjadi medium pertumbuhan mikroba. Jadi, aspek higienis ini berhubungan langsung dengan mutu produk. Di titik ini, kontrol waktu sangat penting.”
Pak Juma:
“Selain itu, masyarakat sering tanya ke kami, bagaimana dengan proses scalding atau pencelupan air panas untuk mencabut bulu? Ini juga titik kritis, jangan sampai ayam yang mati sebelum disembelih ikut tercampur. Itu akan menodai kehalalan semua batch.”
Pak Ihsan:
“Benar sekali. Lalu masuk ke tahap evisceration, atau pengeluaran jeroan. Di sini sering ada masalah teknis, usus atau empedu pecah, sehingga mencemari daging. Peralatan harus higienis dan pekerja terlatih, fokus tidak sambil melakukan sesuatu yang lain.”
Pak Arif:
“Dan jangan lupa, organ yang bisa dikonsumsi seperti hati, ampela, jantung harus dipisah dari yang dibuang. Semua harus dicuci dengan air bersih, sesuai standar SNI. Ini masuk ke aspek good manufacturing practices.”
Pak Juma:
“Kalau dari sisi halal, yang penting juga tidak ada kontaminasi dengan najis. Jadi tempat cuci harus bersih, airnya mengalir, dan tidak bercampur dengan organ rusak atau kotoran.”
Pak Ihsan:
“Selanjutnya proses chilling dan pendinginan. Ini bagian krusial untuk menjaga kesegaran. Suhu harus 0–4°C, kalau frozen harus -18°C. Banyak RPU kecil lalai di sini, akhirnya produk cepat basi.”
Pak Arif:
“Ya, ini menyangkut cold chain management. Pendinginan cepat akan menghambat pertumbuhan bakteri. Kalau sistem rantai dingin terputus, risiko kontaminasi tinggi.”
Pak Juma:
“Dan jangan lupa di tahap akhir: pengemasan dan distribusi. Harus pakai bahan kemasan food grade, kendaraan distribusi bersih, tidak boleh bercampur dengan produk haram atau yang berbau tajam. Kalau sampai tercampur, masyarakat bisa hilang kepercayaannya.”
Kesimpulan Bersama
Titik kritis utama RPU ada di:
- Penerimaan unggas sehat.
- Penyembelihan sesuai syariat.
- Pengeluaran darah sempurna (terputus 3 saluran: makanan, napas, darah) .
- Higienitas saat scalding & evisceration.
- Pendinginan dan rantai dingin (chilling–distribusi).
Pak Juma:
“Jadi jelas, pengelola RPU harus memperhatikan standar ASUH sekaligus syariat halal. Kalau ini dipatuhi, produk bukan hanya halal, tapi juga aman dan sehat untuk masyarakat.”

Ada 3 saluran utama yang wajib terpotong
Dalam konteks penyembelihan unggas sesuai syariat Islam (halal) dan standar kesehatan (ASUH: Aman, Sehat, Utuh, Halal), ada 3 saluran utama yang wajib terpotong agar hewan benar-benar mati sempurna, darah keluar maksimal, dan halal dikonsumsi:
- Saluran Pernafasan (Hulqum / Trakea)
- Jalur tempat masuknya udara dari mulut ke paru-paru.
- Wajib terputus agar unggas tidak bisa bernafas lagi.
- Saluran Pencernaan (Mari’ / Esophagus)
- Jalur makanan dari mulut menuju tembolok dan lambung.
- Wajib terputus agar penyembelihan sah secara syariat.
- Saluran Darah (Wadajain / Dua Pembuluh Nadi Leher)
- Pembuluh darah besar (vena dan arteri) yang ada di kiri dan kanan leher.
- Wajib terputus agar darah bisa keluar sempurna, sehingga daging bersih, sehat, dan tidak cepat busuk.
👉 Catatan penting:
- Minimal 2 saluran (dari trakea, esofagus, dan dua pembuluh darah) sudah cukup untuk sah menurut syariat.
- Namun yang terbaik adalah memotong keempatnya sekaligus (trakea, esofagus, dan kedua pembuluh darah besar), agar sesuai syariat dan standar kesehatan pangan modern.
Gambar 3 saluran harus terpotong pada unggas

Tabel ringkas titik kritis RPU dan peran Praktisi (Pak Ihsan), Akademisi (Pak Arif), & PINBAS (Pak Juma):
Tabel Titik Kritis RPU & Peran Pengawas
Tahap Proses | Titik Kritis | Fokus Praktisi (Pak Ihsan) | Fokus Akademisi (Pak Arif) | Fokus PINBAS (Pak Juma) |
---|---|---|---|---|
1. Penerimaan & Penampungan Unggas | Unggas sehat, transportasi tidak menyiksa, tidak campur unggas sakit/mati | Kontrol teknis penerimaan dan pemisahan unggas | Pemeriksaan kesehatan unggas (fitness for slaughter) | Jaminan hewan yang disembelih benar-benar layak syariat |
2. Penyembelihan | Muslim, baligh, berakal; pisau tajam; sekali sayat; basmalah; putus 3 saluran | Prosedur teknis penyembelihan | Pelatihan SDM sesuai SOP | Kepastian halal: tidak mati sebelum disembelih |
3. Pengeluaran Darah (Bleeding) | Darah keluar sempurna (2–3 menit), unggas mati sempurna | Kontrol waktu dan alur proses | Kajian higienitas: sisa darah = mikroba | Darah sebagai najis harus benar-benar keluar |
4. Scalding & Defeathering | Suhu air 50–60°C, tidak campur ayam mati sebelum disembelih | Kontrol suhu agar daging tidak rusak | Penelitian kualitas daging pasca scalding | Hindari kontaminasi halal/haram |
5. Evisceration (Pengeluaran Jeroan) | Peralatan higienis, jangan merobek usus/empedu, pisahkan organ layak konsumsi | Standar kebersihan alat & pekerja | Edukasi teknis Good Manufacturing Practices | Pisahkan organ najis agar tidak mencemari halal |
6. Washing & Chilling | Air bersih, bebas kontaminan, pendinginan cepat (0–4°C) | Sistem alur air & pendinginan | Kontrol cold chain untuk cegah mikroba | Tidak ada campuran ayam bersih dengan yang kotor/najis |
7. Pengemasan & Penyimpanan | Kemasan food grade, suhu sesuai standar (0–4°C / -18°C), FIFO | Audit bahan kemasan & suhu penyimpanan | Riset umur simpan & kualitas produk | Pastikan kemasan tidak tercampur produk haram |
8. Distribusi | Cold chain system, kendaraan bersih/tertutup, tidak campur produk haram | Pengawasan distribusi & kebersihan armada | Kajian efektivitas distribusi | Edukasi agar konsumen yakin halal & ASUH |
🔹 Ringkasan
- Praktisi (Pak Ihsan): Fokus pada kontrol teknis & operasional di lapangan.
- Akademisi (Pak Arif): Fokus pada kajian ilmiah, SOP, dan pelatihan SDM.
- PINBAS (Pak Juma): Fokus pada jaminan halal, syariat, dan edukasi umat.