Dialog 4 tokoh (Pak Anto – akademisi P3EI UII, Pak Juma – penyelia halal PINBAS MUI DIY, Pak Arif – auditor akademisi, dan Pak Ihsan – auditor praktisi) tentang edukasi RPU/RPH agar sesuai standar ASUH:

🟢 Dialog Edukasi RPU/RPH & Standar ASUH

Pak Anto (P3EI FBE UII):
“Kalau kita bicara RPU (Rumah Potong Unggas) dan RPH (Rumah Potong Hewan), ini bukan sekadar tempat sembelih. Dalam maqasidusy-syari’ah, menjaga jiwa (hifzhun nafs) dan menjaga agama (hifzhud-din) harus dijalankan. Maka, penyembelihan wajib sesuai syariat, tapi juga harus aman dari sisi kesehatan masyarakat. Inilah esensi ASUH.”

Pak Arif (Auditor Akademisi):
“Betul, Pak Anto. Secara akademik, ASUH adalah standar minimal:

  • Aman → bebas kontaminasi, higiene ketat.
  • Sehat → ternak diperiksa ante mortem (sebelum dipotong) dan post mortem (setelah dipotong).
  • Utuh → tidak dicampur atau dipalsukan kualitasnya.
  • Halal → sesuai syariat, tiga saluran terputus (hulqum, mari’ dan wadajain).
    Di kampus, kami selalu menekankan ini agar auditor masa depan bisa mendidik masyarakat dan pelaku usaha.”

Pak Ihsan (Auditor Praktisi):
“Di lapangan, masalah terbesar justru kesadaran pelaku usaha. Masih banyak RPU yang asal motong, bahkan pekerjanya kurang paham fiqh sembelih. Ada juga yang abai soal kebersihan: darah tercecer, air tidak mengalir, alat tidak steril atau kurang tajam. Kalau kondisi ini dibiarkan, daging bisa terkontaminasi dan status halalnya diragukan. Padahal konsumen sekarang makin kritis.”

Pak Juma (Penyelia Halal PINBAS MUI DIY):
“Itulah pentingnya edukasi berkelanjutan. Kami di PINBAS MUI DIY mencoba mendampingi pelaku usaha RPU/ RPH juga masuk lewat jalur masjid, UMKM, dan komunitas. Misalnya:

  1. Pelatihan Juru Sembelih Halal (Juleha) bagi karyawan RPU/RPH.
  2. Pendampingan sertifikasi halal agar produk lebih dipercaya konsumen.
  3. Literasi halal-thayyib di masjid dan sekolah supaya masyarakat jadi konsumen cerdas.
    Kalau RPU dan RPH disiplin menjalankan standar ASUH, maka produk yang sampai ke meja makan jamaah atau umat betul-betul halal dan thayyib.”

Pak Anto:
“Saya setuju. Masjid bisa jadi pusat literasi halal, sementara kampus menyediakan riset dan tenaga ahli. Praktisi seperti Pak Ihsan memberi gambaran lapangan, lalu PINBAS sebagai penghubung / pendamping umat di lapangan usaha. Sinergi ini yang akan memperkuat ekosistem halal di Indonesia.”

Pak Arif:
“Ya, intinya edukasi harus holistik: dari hulu ke hilir. Dari ternak, proses sembelih, distribusi, hingga UMKM olahan. Semua harus ASUH (aman, sehat, utuh, halal).”

Pak Ihsan:
“Dan jangan lupa, edukasi ini bukan hanya untuk auditor atau penyembelih, tapi juga konsumen. Karena kalau konsumen menuntut produk ASUH, otomatis RPU dan RPH akan terdorong memperbaiki diri.”

Pak Juma:
“Tepat sekali. Jadi kita bergerak bersama: akademisi, praktisi, penyelia halal, masjid, dan jamaah. Dengan begitu, daging yang dikonsumsi umat betul-betul membawa keberkahan.” (**)

Gerakan edukasi: Masjid sebagai Pusat Literasi Halal se-Indonesia” bisa jadi gerakan nasional agar setiap umat atau jamaah makan daging halal sesuai standar ASUH.

🌙 Masjid sebagai Pusat Literasi Halal se-Indonesia

1. Latar Belakang

  • Umat Islam Indonesia mayoritas, tapi masih banyak yang belum paham detail halal-thayyib (ASUH: Aman, Sehat, Utuh, Halal).
  • Masjid selama ini hanya diposisikan sebagai pusat ibadah mahdhah (shalat, kajian). Padahal potensinya besar sebagai pusat edukasi halal.
  • Tren global: kesadaran halal dunia meningkat → peluang Indonesia menjadi pusat halal dunia jika dimulai dari masjid.

2. Visi

Menjadikan masjid sebagai pusat literasi halal yang mengedukasi jamaah tentang konsumsi dan bisnis halal-thayyib, serta membangun ekosistem ekonomi umat yang mandiri dan berkah.

3. Misi

  1. Menyelenggarakan kajian rutin halal di masjid (kultum, seminar, halaqah).
  2. Membentuk koperasi konsumsi halal berbasis jamaah.
  3. Mendorong jamaah memilih produk pangan halal-thayyib (ASUH).
  4. Memberdayakan UMKM halal di sekitar masjid melalui bazar, inkubasi, dan promosi.
  5. Menghubungkan masjid dengan lembaga sertifikasi halal (MUI, BPJPH) untuk pendampingan.

4. Program Utama

🔹 Kultum Halal Thayyib → 10 menit setelah shalat Jumat, membahas seputar makanan & bisnis halal.
🔹 Pojok Literasi Halal → papan info atau mading masjid berisi edukasi halal.
🔹 Klinik Konsultasi Halal → tim penyelia halal mendampingi UMKM sekitar masjid.
🔹 Bazar Produk Halal → rutin tiap bulan di halaman masjid, melibatkan UMKM jamaah.
🔹 Masjid Bersertifikat Halal → masjid yang aktif edukasi halal diberi predikat khusus.

5. Peran Strategis Masjid

  • Akademisi: isi materi halal, riset, modul.
  • Praktisi/Auditor: beri contoh standar halal & audit sederhana untuk jamaah.
  • PINBAS MUI/Majelis Ulama: dampingi sertifikasi halal.
  • UMKM & Jamaah: jadi pelaku & konsumen produk halal.
  • Media: sebarkan konten literasi halal dari masjid ke masyarakat luas.

6. Target Nasional

  • 2025–2030: 10.000 masjid di Indonesia menjadi pusat literasi halal.
  • 2031–2045: Seluruh masjid besar & masjid jami’ menjadi rujukan edukasi halal, menjadikan Indonesia model dunia dalam literasi halal.

7. Tagline Gerakan

🕌 “Masjid: Dari Pusat Ibadah Menuju Pusat Literasi Halal Umat.”

By MUI PINBAS

PINBAS MUI DIY, pusat inkubasi bisnis syariah. Sebuah lembaga yang kegiatannya mendampingi pelaku usaha UMKM dan Koperasi syariah serta media preneur terutama di DIY

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *