Prof. Dr. Sutrisno, M.Ag, Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Saudaraku,
Al-Hasan Al-Bashri mengatakan,

“إن المؤمن يصبح حزينا ويمسي حزينا ولا يسعه غير ذلك، لأنه بين مخافتين: بين ذنب قد مضى لا يدري ما الله صانع فيه، وبين أجل قد بقي، لا يدري ما يصيبه فيه من المهلك. ( الحسن البصري)

“Pada dasarnya seorang Mukmin itu merasa sedih setiap pagi dan sore hari, sebab dia berada di antara dua kekhawatiran: Khawatir atas perbuatan dosa yang telah lalu, ia tak tahu apa yang diputuskan Allah terhadapnya. Juga khawatir terhadap sisa waktu yang akan ia jalani, ia tidak tahu petaka apa yang akan menimpanya.”

(Al-Hasan Al-Bashri)

Dari Sahl bin Sa’d bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jibril mendatangiku lalu berkata, “Wahai Muhammad! Hiduplah sesukamu karena sesungguhnya kamu akan mati, cintailah siapa yang kamu suka karena sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya dan berbuatlah sesukamu karena sesungguhnya engkau akan diberi balasan karenanya.”

Kemudian dia berkata, “Wahai Muhammad! Kemuliaan seorang Mukmin adalah berdirinya dia pada malam hari untuk shalat malam dan keperkasaannya adalah ketidakbutuhannya terhadap manusia.”

(HR Ath-Thabarani, Abu Nu’aim, dan Al- Hakim)

Saudaraku,
Nasihat yang bisa kita petik dari hadits ini di antaranya adalah: Pertama, “hiduplah sesukamu karena sesungguhnya kamu akan mati.” Nasihat tersebut memiliki makna agar kita senantiasa mengingat kematian, menghilangkan ketamakan atas tipu daya kesenangan duniawi dan mengisi kehidupan dengan amal kebaikan…

Kedua, cintailah siapapun dan apapun yang kita suka karena sesungguhnya kita akan berpisah dengannya. Allah Azza wa Jalla memberikan keleluasaan untuk mencintai segala bentuk ciptaan-Nya, tentu dengan segala konsekuensi yang akan diterimanya…

Ketiga, berbuatlah sesukamu karena sesungguhnya engkau akan diberi balasan karenanya. “Berbuatlah sesukamu” memiliki makna bahwa manusia bebas melakukan perbuatan yang baik maupun yang buruk sesukanya. Akan tetapi, semuanya akan berakhir saat kematian datang, ada perhitungan dan pembalasan di akhirat…

Keempat, kemuliaan seorang Mukmin adalah berdirinya dia pada malam hari menunaikan shalat qiyamul lail. Ketinggian dan kehormatan orang beriman bukan dilihat dari kedudukan jabatan, keturunan, kekuasaan, dan harta yang dimilikinya, melainkan dari usahanya menghidupkan malam dengan mengikhlaskan diri untuk melakukan shalat Tahajud, berdzikir, dan membaca Al Qur’an…

Kelima, keperkasaannya adalah ketidakbutuhannya terhadap manusia. Kekuatan, keperkasaan, dan keunggulan orang Mukmin dari orang lain bukanlah besarnya badan dan kuatnya fisik seseorang, melainkan ketercukupannya dengan apa yang dikaruniakan Allah Azza wa Jalla kepadanya dan ketidakbutuhannya terhadap apa yang ada di tangan manusia. Jalan liku hidup dan matinya dengan penuh totalitas diserahkan kepada Allah Azza wa Jalla…

Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah senantiasa mengabdi kepada Allah Azza wa Jalla secara totalitas untuk meraih ridha-Nya…
Aamiin Ya Rabb

Wallahua’lam bishawab

By MUI PINBAS

PINBAS MUI DIY, pusat inkubasi bisnis syariah. Sebuah lembaga yang kegiatannya mendampingi pelaku usaha UMKM dan Koperasi syariah serta media preneur terutama di DIY

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *