KH. AR Fahruddin, Tokoh Muhammadiyah. 22 tahun pernah jadi ketua umum Muhammadiyah.

Tidak nyambung: lain yang dimaksud, lain yang ditulis. lain yang ditulis, lain yang dikerjakan. lain yang dikerjakan, lain yang dilaporkan. Fenomena kehidupan harian seperti ini harus dihindari.

Fenomena adalah suatu peristiwa, kejadian, atau gejala yang bisa diamati, dirasakan, atau diteliti, baik yang terjadi di alam, masyarakat, maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Penjelasan Sederhana: Fenomena bisa nyata (fisik), misalnya: gerhana matahari, banjir, angin puting beliung. Fenomena juga bisa sosial atau budaya, misalnya: maraknya media sosial, tren makanan sehat, kenakalan orangtua, atau tren sign kanan belok kiri, sign kiri belok kanan.

Contoh Penggunaan: Fenomena alam. Gempa bumi adalah fenomena geologi. Fenomena sosial: Meningkatnya penggunaan gadget di kalangan anak-anak adalah fenomena sosial modern. Fenomena budaya: Tradisi mudik menjelang lebaran merupakan fenomena khas masyarakat Indonesia.

Fenomena adalah hal yang terjadi dan menarik perhatian, karena bisa diamati dan dianalisis, sering dijadikan bahan pembelajaran atau penelitian untuk memahami suatu kondisi atau perubahan. Berikut kultum tekait fenomena belajar sejarah dan belajar dari sejarah. Ilustrasinya diambilkan dari foto tokoh Pak AR.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kita nikmat iman, Islam, dan kesempatan untuk terus belajar dan memperbaiki diri. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat, dan kita semua selaku pengikutnya hingga akhir zaman.

Jama’ah yang dirahmati Allah,

Pada kesempatan kali ini, mari kita renungkan pentingnya belajar dari sejarah. Dalam Al-Qur’an, Allah banyak menceritakan kisah-kisah umat terdahulu — dari kaum Nabi Nuh, kaum ‘Ad, kaum Tsamud, hingga kisah Fir’aun dan Bani Israil — bukan tanpa tujuan. Allah berfirman dalam Surah Yusuf ayat 111:

“Laqad kāna fī qaṣaṣihim ‘ibratun li-ulīl-albāb…”
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal.”

Dari sini kita paham bahwa belajar sejarah bukan sekadar menghafal data nama dan tahun saja, tetapi menggali hikmah, memahami pola kejadian, serta menarik pelajaran dari peristiwa yang sudah terjadi sehingga dari sejarah itu kita belajar sikap arif dan bijaksana.

Pertama, belajar sejarah memberi kita informasi dan data.
Kita tahu bagaimana suatu bangsa tumbuh atau hancur, bagaimana para pemimpin besar berpikir, bagaimana umat terdahulu menghadapi cobaan. Dengan belajar dari sejarah, kita memperkaya wawasan dengan data referensi untuk menyikapi dunia hari ini.

Kedua, belajar dari sejarah menjadikan kita lebih arif dan bijaksana.
Orang yang memahami sejarah akan lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan. Ia tidak mudah terpancing emosi, karena tahu bahwa segala sesuatu pernah terjadi sebelumnya, dan selalu ada pelajaran di balik setiap peristiwa. Sebagaimana pepatah Arab mengatakan:

“Man jadda wa jadda, man sabaqa naja, wa man ta’allaqa bi asbābi najāh naja.”
“Siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil, siapa yang belajar dari yang terdahulu akan selamat, dan siapa yang berpegang pada sebab-sebab keberhasilan akan mencapai tujuan.”

Jama’ah yang dimuliakan Allah,

Di tengah kondisi bangsa, masyarakat, bahkan keluarga kita yang sering diuji dengan konflik, krisis, atau perbedaan, mari kita jadikan sejarah sebagai cermin. Bukan untuk bernostalgia atau menyesali masa lalu, tapi untuk menapaki masa depan dengan lebih mantap, lebih arif, dan lebih bijaksana.

Harapan,

Mari kita terus belajar sejarah dan belajar dari sejarah – baik sejarah Islam, sejarah bangsa kita, maupun sejarah pribadi kita masing-masing. Dengan belajar sejarah, kita dapat data dan informasi. Dengan belajar dari sejarah, kita belajar sikap arif dan bijaksana dalam mensikapi dan menjalani kehidupan ini. InsyaAllah, dengan ilmu dan hikmah yang kita dapat dari sejarah, kita menjadi pribadi yang lebih kuat, matang, dan siap menghadapi segala ujian kehidupan.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

TIDAK ADA ORANG SAKTI DI MUHAMMADIYAH
Oleh : Gus Zuhron

     Seandainya disuruh memilih siapa orang sakti di Muhammadiyah, tentu pilihan jatuh pada Pak AR Fahrudin. Sebab dalam sejarah perjalanan persyarikatan hanya Pak AR yang pernah memimpin paling lama. Bahkan durasi kepemimpinan Pak AR melampaui pendiri Muhammadiyah. Waktu 22 tahun adalah rentang yang cukup lama untuk memimpin sebuah organisasi. Kabar yang tersiar saat itu, jika Pak AR masih berkenan untuk dicalonkan maka tidak ada pimpinan lain yang mampu bersaing dengan popularitas beliau.

     Sadar akan usia dan pentingnya regenerasi, jalan melanggengkan kekuasaan tidak dipilih oleh Pak AR. Kiyai kharismatik ini sadar betul bahwa terlalu lama memimpin akan berakibat buruk. Sudah banyak contoh kongkrit kekuasaan yang berakhir binasa dan penuh hina karena terlalu sayang memegang kuasa. Kesadaran itu direspon oleh Muhammadiyah dengan menerbitkan regulasi yang membatasi kekuasaan. Pimpinan Muhammadiyah disemua tingkatan termasuk organisasi otonom dan pimpinan Amal Usaha diberikan batas waktu maksimal dua periode. Sehebat apapun yang bersangkutan dan sesukses apapun hasil kinerjanya kata kuncinya tetap hanya dua periode.

     Ada pasal yang memberikan pengecualian lebih dari dua periode apabila dalam keadaan darurat. Tetapi tidak sederhana menentukan tingkat seperti apa keadaan darurat itu. Pasal itu sengaja dituangkan sebagai langkah akhir yang harus dipilih ketika sudah tidak ada opsi di luar kedaruratan. Para perumus aturan tentu mempunyai pertimbangan yang penuh kebijaksanaan. Agar tidak ada raja kecil maupun raja besar yang berkuasa di luar aturan persyarikatan. Nama Muhammadiyah terlalu berharga untuk dikorbankan demi kepentingan orang-orang tengil yang ingin melanggengkan kekuasaan.

     Belum hilang dalam ingatan, peristiwa 10 tahun yang lalu. Saat itu tim Panlih Musda (Zuhron & Wasiun) berdebat seru dengan pimpinan terpilih. Ada pimpinan yang mengusulkan agar Ustadz Jam’an kembali menjadi ketua PDM padahal beliau sudah memimpin dua periode. Kami kekeh dengan aturan yang ada. Perdebatan itu berlangsung cukup alot dan menegangkan. Tetapi perdebatan itu berakhir dengan kalimat sederhana yang disampaikan oleh Ustadz Jam’an “saya sudah dua periode dan saya kira cukup”. Pak Rifqi menguatkan pernyataan itu dengan kalimat “bahwa kita tidak dalam keadaan darurat, jadi opsi tiga periode bukanlah sesuatu yang ideal”. Akhirnya perdebatan panjang menemukan titik temu yang indah. 

     Mbah Abu pernah menyampaikan “nek aku isih dadi pimpinan PDM terus gunane cah enom koyo kono kui opo”. Para begawan Muhammadiyah telah mengajarkan bahwa tidak ada orang sakti di Muhammadiyah. Semua ada waktu dan masanya. Pencapaian yang menjulang akan dikenang sebagai monumen hebat pada zamannya, diambil nilainya, dipetik ibrahnya, tetapi tidak boleh ada narasi untuk mengabadikan kekuasaan. Potensi abuse of power sangat besar bagi mereka yang mulai mencintai kekuasaan.

     Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely. Tidak boleh ada kekuasaan absolut dalam Muhammadiyah. Semua harus berjalan sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah ditetapkan. Ketaatan pada kaidah akan menghasilkan kepemimpinan yang dikenang  hebat sepanjang masa. Tidak perlu menjelma menjadi orang yang tamak pada kekuasaan. Tidak perlu mempertahankan kekuasaan dengan berbagai cara dan mantra. Jika berhasil hanya akan membuahkan kepuasan sesaat, tetapi dampak negatifnya jauh lebih mengerikan. Waspadallah....

Kantor LP2SI, Rabo, 28 Mei 2025 pukul 15.34 WIB. setelah selesai sholat asar

By MUI PINBAS

PINBAS MUI DIY, pusat inkubasi bisnis syariah. Sebuah lembaga yang kegiatannya mendampingi pelaku usaha UMKM dan Koperasi syariah serta media preneur terutama di DIY

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *