Bidang Fikih Zakat. Tanya: 1: Sebutkan syarat wajib zakat bagi seorang muslim menurut fikih!

Jawab:
Syarat wajib zakat bagi seorang muslim menurut fikih meliputi:

  1. Islam, karena zakat hanya diwajibkan bagi umat Islam;
  2. Merdeka, bukan hamba sahaya;
  3. Milik sempurna (al-milk at-tam), yaitu harta dimiliki sepenuhnya oleh muzakki;
  4. Mencapai nisab, yaitu batas minimal harta yang mewajibkan zakat;
  5. Mencapai haul, yakni dimiliki selama satu tahun hijriah (untuk jenis harta tertentu);
  6. Bebas dari utang yang mengurangi harta di bawah nisab; dan
  7. Lebih dari kebutuhan pokok.

Dengan demikian, seseorang wajib menunaikan zakat apabila ia muslim, memiliki harta secara sempurna dan cukup nisab serta haul, dan hartanya melebihi kebutuhan pokoknya.

Bidang Fikih Zakat. Tanya: 2: Jelaskan perbedaan antara zakat maal dan zakat fitrah!

Jawab:
Zakat maal adalah zakat yang dikenakan atas harta kekayaan yang dimiliki seseorang dan telah mencapai nisab serta haul, seperti 1emas, perak, logam mulia, 2uang, surt berharga, 3hasil perdagangan, 4pertanian, perkebunan, kehutanan, 5perikanan, peternakan, 6pertambangan, 7perindustrian, 8pendapatan atau jasa, 9Rikaz. Tujuannya untuk membersihkan harta dan menumbuhkan solidaritas sosial ekonomi umat.

Sedangkan zakat fitrah adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap muslim menjelang Idul Fitri, sebagai bentuk penyucian diri dan penyempurna ibadah puasa. Zakat fitrah dibayarkan dengan bahan makanan pokok (misalnya beras) sebanyak satu sha’ (±2,5 kg/orang) dan tidak tergantung pada nisab atau haul.

Perbedaan utama:

AspekZakat MaalZakat Fitrah
Objek zakatHarta kekayaanJiwa/muslim yang hidup saat Idul Fitri
Waktu wajibSetelah mencapai nisab & haulMenjelang Idul Fitri
TujuanMembersihkan harta & menumbuhkan ekonomi umatMembersihkan diri & menyempurnakan puasa
Bentuk zakatUang, emas, hasil usaha, dll.Makanan pokok atau uang senilai makanan pokok

Bidang Fikih Zakat. Tanya: 3: Dalam konteks usaha UMKM, bagaimana cara menghitung zakat atas modal usaha produktif?

Jawab:
Zakat atas modal usaha produktif (zakat perdagangan/niaga) dihitung berdasarkan total kekayaan bersih usaha yang telah mencapai nisab dan dimiliki selama satu tahun hijriah (haul).

Rumus umum perhitungannya adalah:

Zakat = 2,5% × (Aset Lancar + Kas + Piutang Lancar – Utang Jatuh Tempo)

Langkah-langkah perhitungannya:

  1. Hitung seluruh aset usaha yang dimiliki (kas, barang dagangan, piutang usaha).
  2. Kurangi utang yang jatuh tempo dalam tahun tersebut.
  3. Jika hasil bersihnya mencapai nisab setara 85 gram emas, maka wajib dizakati.
  4. Keluarkan 2,5% dari total kekayaan bersih sebagai zakat.

Contoh:
Seorang pelaku UMKM memiliki total aset usaha Rp200.000.000, utang jatuh tempo Rp50.000.000.
Maka zakatnya:
2,5% × (200.000.000 – 50.000.000) = Rp3.750.000

Zakat ini dapat dibayarkan berupa uang tunai atau dikembangkan dalam bentuk zakat produktif untuk membantu mustahik berwirausaha.

Bidang Fikih Zakat. Tanya: 4: Sebutkan 8 golongan penerima zakat (asnaf) sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60!

Jawab:
Dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60, Allah SWT menetapkan delapan golongan (asnaf) yang berhak menerima zakat, yaitu:

  1. Fakir — Orang yang hampir tidak memiliki harta dan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.
  2. Miskin — Orang yang memiliki penghasilan, tetapi tidak mencukupi kebutuhan dasar hidupnya.
  3. Amil — Petugas atau pengelola zakat yang diangkat secara resmi untuk menghimpun dan mendistribusikan zakat.
  4. Mu’allaf — Orang yang baru masuk Islam atau yang diharapkan hatinya dapat didekatkan kepada Islam.
  5. Riqab — Hamba sahaya atau orang yang terbelenggu (misalnya korban perbudakan modern) yang membutuhkan pembebasan.
  6. Gharim — Orang yang berutang untuk kepentingan yang benar dan halal, namun tidak mampu melunasinya.
  7. Fisabilillah — Orang yang berjuang di jalan Allah, termasuk kegiatan dakwah, pendidikan, kesehatan (dukun bayi/ herbal/pijat), dan sosial keagamaan yang membawa kemaslahatan umat.
  8. Ibnu Sabil — Musafir atau orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan untuk tujuan yang baik.

Dalil: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan…”
(QS. At-Taubah: 60)

Bidang Fikih Zakat. Tanya: 5: Bagaimana hukum dan hikmah pendistribusian zakat produktif dibandingkan zakat konsumtif?

Jawab:
Hukum pendistribusian zakat produktif adalah boleh (jaiz) menurut fikih, selama harta zakat tetap disalurkan kepada asnaf yang berhak sebagaimana diatur dalam Al-Qur’an surat At-Taubah ayat 60, dan tujuan utamanya adalah memberdayakan mustahik agar menjadi mandiri secara ekonomi.

Zakat produktif disalurkan dalam bentuk modal usaha, alat kerja, pelatihan, atau pendampingan usaha agar mustahik dapat berusaha dan keluar dari kemiskinan. Sedangkan zakat konsumtif disalurkan untuk memenuhi kebutuhan dasar sementara, seperti pangan, sandang, dan kesehatan.

Hikmah zakat produktif:

  1. Mendorong kemandirian ekonomi mustahik sehingga mereka dapat naik kelas menjadi muzakki.
  2. Mengurangi ketergantungan terhadap bantuan konsumtif.
  3. Membentuk siklus ekonomi berkelanjutan berbasis pemberdayaan.
  4. Mewujudkan tujuan zakat sebagai instrumen keadilan sosial dan pemerataan kesejahteraan.

Kesimpulan:
Zakat konsumtif bersifat darurat dan jangka pendek, sedangkan zakat produktif bersifat berdaya guna jangka panjang, sejalan dengan visi BAZNAS sebagai lembaga pemberdayaan umat.

Kebijakan Pengelolaan Zakat di Indonesia. Tanya: 6: Jelaskan peran dan fungsi BAZNAS sesuai UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat!

Jawab:

1. Kedudukan BAZNAS

Menurut Pasal 5 UU No. 23 Tahun 2011,

“Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) adalah lembaga yang dibentuk oleh pemerintah untuk melaksanakan pengelolaan zakat secara nasional.”

Artinya, BAZNAS merupakan lembaga resmi dan satu-satunya yang berwenang mengelola zakat secara nasional, baik di tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota.

2. Tugas dan Fungsi BAZNAS

Berdasarkan Pasal 6 dan Pasal 7, tugas dan fungsi BAZNAS meliputi:

A. Tugas BAZNAS

  1. Mengumpulkan zakat, infak, dan sedekah dari masyarakat.
  2. Mendistribusikan zakat kepada mustahik sesuai ketentuan syariah.
  3. Mendayagunakan zakat untuk pemberdayaan umat agar produktif.
  4. Melaporkan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan zakat secara berkala kepada pemerintah dan masyarakat.

B. Fungsi BAZNAS (managemen)

  1. Perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pengumpulan, pendistribusian, serta pendayagunaan zakat.
  2. Koordinasi kegiatan pengelolaan zakat antara BAZNAS pusat, BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/kota, dan Lembaga Amil Zakat (LAZ).
  3. Pengawasan dan pembinaan terhadap LAZ agar sesuai prinsip syariah dan aturan hukum.
  4. Peningkatan efektivitas dan efisiensi pelayanan pengelolaan zakat bagi masyarakat.

 3. Struktur Organisasi BAZNAS

Menurut Pasal 15–16, BAZNAS terdiri dari:

  • BAZNAS Pusat
  • BAZNAS Provinsi
  • BAZNAS Kabupaten/Kota

Setiap tingkatan berkoordinasi vertikal dan bekerja secara sinergis agar zakat nasional terkelola dengan baik dan merata.

4. Hikmah dan Tujuan Pengelolaan Zakat oleh BAZNAS

  • Menjamin profesionalitas dan akuntabilitas pengelolaan zakat.
  • Menjaga keadilan dan pemerataan distribusi zakat.
  • Meningkatkan efektivitas pendayagunaan zakat produktif untuk pengentasan kemiskinan.
  • Menumbuhkan kepercayaan publik terhadap lembaga pengelola zakat.

Dasar Hukum Tambahan

  • PP No. 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU No. 23 Tahun 2011
  • Peraturan BAZNAS tentang pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat

Kebijakan Pengelolaan Zakat di Indonesia. Tanya: 7: Sebutkan perbedaan tugas dan wewenang antara BAZNAS Nasional, BAZNAS Provinsi, dan BAZNAS Kota/Kabupaten!

Jawab:

1. BAZNAS Nasional (Pusat)

Tugas:

  1. Merencanakan, melaksanakan, dan mengoordinasikan pengumpulan, pendistribusian, serta pendayagunaan zakat secara nasional.
  2. Menetapkan kebijakan umum pengelolaan zakat tingkat nasional.
  3. Mengoordinasikan BAZNAS Provinsi dan Kabupaten/Kota serta Lembaga Amil Zakat (LAZ).
  4. Mengelola zakat skala nasional dan internasional, termasuk zakat dari lembaga pusat, BUMN, dan masyarakat umum.
  5. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap seluruh BAZNAS di daerah dan LAZ.
  6. Menyusun laporan nasional pengelolaan zakat untuk disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Agama.

Wewenang:

  • Mengeluarkan pedoman dan standar nasional pengelolaan zakat.
  • Menetapkan kebijakan sistem informasi zakat nasional (SiZakatNAS).
  • Melakukan audit internal dan koordinasi audit eksternal pengelolaan zakat daerah.

2. BAZNAS Provinsi

Tugas:

  1. Mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat di tingkat provinsi.
  2. Mengkoordinasikan BAZNAS Kabupaten/Kota dan LAZ di wilayah provinsi.
  3. Melaksanakan pembinaan dan supervisi terhadap BAZNAS Kabupaten/Kota.
  4. Menyampaikan laporan pengelolaan zakat kepada Gubernur dan BAZNAS Nasional.

Wewenang:

  • Menetapkan kebijakan pelaksanaan pengumpulan dan pendistribusian zakat di wilayah provinsi sesuai pedoman pusat.
  • Melakukan verifikasi dan rekomendasi pembentukan BAZNAS Kabupaten/Kota.
  • Melakukan monitoring dan evaluasi pengelolaan zakat di kabupaten/kota.

3. BAZNAS Kabupaten/Kota

Tugas:

  1. Melaksanakan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan zakat di tingkat kabupaten/kota.
  2. Mengkoordinasikan UPZ (Unit Pengumpul Zakat) di kecamatan, masjid, instansi, dan perusahaan di wilayahnya.
  3. Melaksanakan program zakat konsumtif dan produktif bagi mustahik lokal.
  4. Menyusun laporan keuangan dan kegiatan kepada BAZNAS Provinsi dan Bupati/Walikota.

Wewenang:

  • Mengelola langsung pengumpulan zakat dari ASN, masyarakat, dan lembaga daerah.
  • Menetapkan program pendayagunaan zakat produktif berbasis kebutuhan masyarakat lokal.
  • Menjalin kemitraan dengan pemerintah daerah dan lembaga sosial ekonomi setempat.

4. Tabel Ringkasan Perbedaan

Level BAZNASRuang LingkupFokus UtamaHubungan KoordinasiPelaporan Kepada
BAZNAS NasionalNasionalKebijakan, koordinasi, dan pengawasan nasionalKoordinasi seluruh BAZNAS dan LAZPresiden via Menteri Agama
BAZNAS ProvinsiProvinsiPembinaan dan koordinasi kabupaten/kotaKoordinasi BAZNAS Kab/Kota & LAZ provinsiGubernur & BAZNAS Nasional
BAZNAS Kab/KotaDaerah/KotaPelaksanaan langsung program zakatKoordinasi dengan UPZ dan masyarakatBupati/Walikota & BAZNAS Provinsi

Kebijakan Pengelolaan Zakat di Indonesia. Tanya: 8: Apa yang dimaksud dengan Integrasi Sistem Informasi Zakat Nasional (SiZakatNAS), dan bagaimana manfaatnya bagi transparansi pengelolaan zakat?

Jawab:

1. Pengertian SiZakatNAS

Sistem Informasi Zakat Nasional (SiZakatNAS) adalah platform digital resmi yang dikembangkan oleh BAZNAS RI untuk mengintegrasikan data pengelolaan zakat, infak, dan sedekah (ZIS) dari seluruh BAZNAS provinsi, kabupaten/kota, serta LAZ di Indonesia.
Sistem ini berfungsi sebagai basis data nasional zakat yang memuat informasi mulai dari pengumpulan, pendistribusian, pendayagunaan, hingga pelaporan zakat secara real time.

2. Tujuan dan Fungsi Utama

  • Integrasi Data Nasional: Menyatukan seluruh data pengelolaan zakat dari BAZNAS pusat hingga daerah.
  • Standarisasi Sistem: Menerapkan satu standar pelaporan, akuntansi, dan manajemen zakat di seluruh Indonesia.
  • Pemantauan dan Evaluasi: Memudahkan pengawasan kinerja BAZNAS daerah dan LAZ oleh BAZNAS pusat serta Kementerian Agama.
  • Transparansi dan Akuntabilitas: Menyediakan laporan terbuka kepada publik dan pemerintah mengenai pengelolaan zakat.

3. Manfaat bagi Transparansi dan Akuntabilitas

AspekManfaat SiZakatNAS
Transparansi PublikMasyarakat dapat mengakses informasi pengumpulan dan penyaluran zakat secara jelas dan tepat waktu.
Akuntabilitas LembagaMeningkatkan kepercayaan muzakki karena laporan terdata dan terverifikasi secara digital.
Efisiensi PengawasanMempermudah BAZNAS Nasional memantau program zakat di seluruh daerah, termasuk efektivitas zakat produktif.
Pengambilan KebijakanData SiZakatNAS menjadi dasar perencanaan program zakat nasional dan pengentasan kemiskinan berbasis data riil.
Integrasi dengan Keuangan SyariahDapat dihubungkan dengan sistem perbankan syariah dan aplikasi keuangan daerah untuk memperkuat ekosistem ekonomi umat.

4. Contoh Implementasi di DIY

BAZNAS DIY dan BAZNAS Kota Yogyakarta telah menggunakan aplikasi SiZakatNAS versi daerah, di mana setiap transaksi zakat (baik dari ASN, masyarakat, maupun perusahaan) dicatat dan dilaporkan melalui sistem ini.

  • Mustahik dan muzakki dapat memantau status bantuan dan laporan realisasi.
  • Pemerintah Daerah dapat menggunakan data SiZakatNAS untuk sinkronisasi program pengentasan kemiskinan daerah berbasis zakat.

5. Kesimpulan

SiZakatNAS adalah instrumen strategis BAZNAS untuk mewujudkan pengelolaan zakat yang transparan, profesional, dan terpercaya, sekaligus memperkuat peran zakat dalam pembangunan nasional dan kesejahteraan umat.

Kebijakan Pengelolaan Zakat di Indonesia. Tanya: 9: Jelaskan bagaimana BAZNAS dapat berkolaborasi dengan lembaga amil zakat (LAZ) dan pemerintah daerah dalam program pengentasan kemiskinan!

Jawab:

1. Landasan Kolaborasi

Kolaborasi antara BAZNAS, LAZ, dan Pemerintah Daerah (Pemda) diatur dalam:

  • UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
  • PP No. 14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Pengelolaan Zakat
  • Perbaznas No. 3 Tahun 2018 tentang Koordinasi Pengelolaan Zakat

Landasan ini menegaskan bahwa zakat merupakan instrumen keuangan sosial syariah yang menjadi bagian dari sistem kesejahteraan nasional, sehingga perlu dikelola bersama oleh lembaga negara dan masyarakat.

2. Bentuk Kolaborasi Strategis

Bentuk KolaborasiPenjelasan
a. Sinkronisasi Data dan ProgramBAZNAS dan LAZ menyatukan data mustahik dan muzakki agar tidak terjadi tumpang tindih bantuan, melalui SiZakatNAS yang terhubung dengan data kemiskinan Pemda (DTKS).
b. Program Bersama Pemberdayaan Ekonomi UmatBersama Pemda, BAZNAS dan LAZ mengembangkan program zakat produktif seperti bantuan modal UMKM, pelatihan wirausaha, dan pembinaan usaha kecil berbasis masjid.
c. Penyaluran TerpaduBantuan sosial, pendidikan, dan kesehatan dilakukan secara terpadu antara zakat, infaq, APBD, dan CSR daerah agar lebih tepat sasaran.
d. Pembentukan Forum Koordinasi Zakat Daerah (FOZDA)Forum yang beranggotakan BAZNAS, LAZ, dan instansi Pemda untuk menyusun strategi penanggulangan kemiskinan berbasis potensi zakat.
e. Edukasi dan Literasi ZakatKolaborasi penyuluhan, kampanye zakat, dan pelatihan amil profesional dengan dukungan dinas terkait (Kemenag, Dinsos, Diskop/UMKM).

3. Contoh Implementasi di Daerah Istimewa Yogyakarta

  1. Program Sinergi BAZNAS DIY & Pemda DIY:
    1. “Zakat untuk Yogyakarta Bangkit” pasca-pandemi COVID-19, menyalurkan zakat produktif kepada pelaku usaha kecil.
    1. Data penerima diverifikasi bersama Dinas Sosial dan Dinas Koperasi DIY.
  2. Kolaborasi BAZNAS Kota Yogyakarta dengan LAZ dan PINBAS MUI DIY:
    1. Program UMKM Berkah Mandiri: pemberdayaan mustahik menjadi pelaku usaha halal berbasis koperasi dan masjid.
    1. BAZNAS menyiapkan modal zakat produktif, LAZ memberi pendampingan bisnis, Pemda menyediakan pelatihan dan perizinan usaha.
  3. Sinergi BAZNAS dengan Bappeda dan Dinsos:
    1. Integrasi program zakat dengan RPJMD dan program pengentasan kemiskinan daerah, sehingga zakat menjadi mitra kebijakan publik berbasis syariah.

4. Dampak Kolaborasi

  • Pengentasan kemiskinan lebih tepat sasaran dan berkelanjutan.
  • Meningkatkan kepercayaan publik terhadap lembaga zakat.
  • Terwujudnya ekosistem zakat daerah yang sinergis antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga keagamaan.
  • Mendorong lahirnya muzakki baru dari mustahik produktif.

5. Kesimpulan

Kolaborasi antara BAZNAS, LAZ, dan Pemerintah Daerah merupakan kunci utama keberhasilan pengelolaan zakat dalam mewujudkan kesejahteraan umat.
Dengan sinergi program, data, dan pendampingan, zakat tidak hanya memberi bantuan sesaat, tetapi menjadi instrumen pemberdayaan ekonomi yang berkelanjutan dan adil.

Kebijakan Pengelolaan Zakat di Indonesia. Tanya: 10: Sebutkan strategi inovatif yang dapat diterapkan BAZNAS Kota Yogyakarta dalam meningkatkan penghimpunan zakat di kalangan ASN dan masyarakat umum!

Jawab:

1. Latar Belakang

Penghimpunan zakat di kalangan ASN dan masyarakat umum merupakan tugas strategis BAZNAS Kota Yogyakarta dalam mewujudkan kemandirian umat. Di era digital dan ekonomi kreatif, penghimpunan zakat harus berbasis inovasi, transparansi, dan partisipasi publik.

2. Strategi Inovatif Penghimpunan Zakat

NoStrategi InovatifPenjelasan
1. Digitalisasi Layanan Zakat (E-Zakat)Meningkatkan kemudahan membayar zakat melalui aplikasi SiZakatNAS, QRIS, mobile banking, marketplace zakat, dan portal resmi BAZNAS Kota. ASN dan masyarakat dapat menunaikan zakat tanpa batas ruang dan waktu.
2. Payroll Zakat ASNBekerja sama dengan Pemkot Yogyakarta dan instansi pemerintah untuk penerapan sistem potong gaji otomatis (payroll zakat/infaq) bagi ASN muslim yang telah memenuhi nisab.
3. Program Zakat Goes to Office & KampusRoadshow edukatif ke perkantoran, kampus, dan sekolah untuk meningkatkan literasi zakat, infak, dan sedekah; disertai testimoni mustahik sukses.
4. Kolaborasi dengan Masjid dan UPZ KreatifMembentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ) di masjid, sekolah, perusahaan, BUMD, dan komunitas dengan pelatihan amil muda digital.
5. Branding Zakat Produktif & Cerita Dampak (Impact Storytelling)Mengedepankan cerita inspiratif mustahik yang berhasil menjadi muzakki, agar publik melihat zakat sebagai investasi sosial, bukan sekadar kewajiban.
6. Kemitraan dengan Media dan Influencer LokalMenggunakan media digital (Instagram, YouTube, dan media lokal seperti pinbasmui.com) untuk kampanye zakat kreatif bertema “Zakat untuk Yogyakarta Berkah dan Mandiri.”
7. Gerakan Zakat di Event KotaMengintegrasikan penggalangan zakat dan sedekah dalam event kota seperti Festival Malioboro Berkah, Pasar Halal UMKM, dan Ramadhan Fair Kota Yogyakarta.
8. Zakat Investasi dan CSR SyariahMenggandeng pelaku usaha dan korporasi untuk menyalurkan zakat perusahaan dan zakat investasi melalui program tanggung jawab sosial berbasis syariah.

3. Pendukung Keberhasilan

  • Transparansi Laporan: Menyampaikan laporan pengumpulan dan penyaluran melalui website, media sosial, dan laporan publik triwulanan.
  • Inovasi SDM Amil: Meningkatkan kompetensi amil melalui pelatihan komunikasi publik, literasi digital, dan fikih zakat kontemporer.
  • Kolaborasi 6 Pihak (ABCGFM): Akademisi, Businessmen, Community, Government, Financial Institution, dan Media mendukung ekosistem zakat daerah.

4. Contoh Praktik di Kota Yogyakarta

  • ASN Pemkot Yogyakarta telah berpartisipasi dalam program potong gaji zakat melalui kerja sama BAZNAS–BPKAD.
  • Masyarakat mulai menyalurkan zakat melalui QRIS BAZNAS Kota dan program “Sedekah Setiap Jumat” di masjid dan pasar rakyat.
  • Kolaborasi dengan PINBAS MUI DIY dan Koperasi UMKM Syariah untuk menyalurkan zakat produktif ke pelaku usaha mikro binaan.

5. Kesimpulan

BAZNAS Kota Yogyakarta dapat meningkatkan penghimpunan zakat dengan strategi inovatif, kolaboratif, dan berbasis digital.
Kunci keberhasilan terletak pada transparansi, edukasi berkelanjutan, dan partisipasi publik yang menumbuhkan kepercayaan dan semangat berzakat di seluruh lapisan masyarakat.

Wawasan Kebangsaan. Tanya: 11: Bagaimana peran BAZNAS dalam memperkuat nilai-nilai Pancasila dan kebersamaan nasional melalui program zakat?

Jawab:

1.Menguatkan Nilai Ketuhanan (Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa)

  • Zakat sebagai ibadah sosial menegaskan pengakuan umat terhadap kekuasaan Allah dan tanggung jawab spiritual terhadap sesama.
  • BAZNAS menanamkan nilai bahwa kesejahteraan dan keadilan ekonomi harus berlandaskan keimanan dan ketaatan kepada Tuhan.
  • Program zakat mendorong etika ekonomi syariah — rezeki harus bersih dan bermanfaat bagi sesama.

2. Menumbuhkan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab (Sila Kedua)

  • Melalui zakat, BAZNAS menghapus kesenjangan sosial dan menjaga martabat mustahik (penerima zakat) dengan cara memberdayakan, bukan sekadar memberi.
  • Program zakat produktif BAZNAS menjadikan mustahik mandiri dan bermartabat, sejalan dengan nilai kemanusiaan yang beradab.

3. Memperkuat Persatuan Indonesia (Sila Ketiga)

  • Zakat menjadi jembatan solidaritas nasional antar daerah, suku, dan golongan.
  • BAZNAS dapat menyalurkan dana zakat dari daerah yang surplus ke daerah yang kekurangan, memperkuat rasa persaudaraan kebangsaan (ukhuwah wathaniyah).
  • Program bersama antara BAZNAS dan LAZ memperkuat sinergi umat lintas organisasi untuk tujuan nasional.

4. Menghidupkan Nilai Kerakyatan dan Musyawarah (Sila Keempat)

  • Pengelolaan zakat melalui BAZNAS dilakukan secara partisipatif dan akuntabel: melibatkan tokoh agama, akademisi, masyarakat, dan pemerintah.
  • Musyawarah dalam menentukan program prioritas (misalnya bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi) memperkuat praktik demokrasi sosial.

5. Mewujudkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia (Sila Kelima)

  • Zakat adalah instrumen pemerataan ekonomi — dari yang mampu kepada yang membutuhkan.
  • Melalui BAZNAS, zakat disalurkan dalam bentuk modal usaha, beasiswa, bantuan kesehatan, dan pemberdayaan ekonomi umat, sehingga tercipta keadilan sosial dan kesejahteraan umat.

Kesimpulan

BAZNAS bukan hanya lembaga keagamaan, tetapi juga penggerak nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan ekonomi umat.
Dengan mengelola zakat secara profesional dan transparan, BAZNAS:

  • Memperkuat solidaritas sosial,
  • Menumbuhkan semangat gotong royong,
  • Dan memperkokoh persatuan nasional melalui keadilan dan kesejahteraan bersama.

Wawasan Kebangsaan. Tanya: 12: Jelaskan makna “Bhineka Tunggal Ika” dalam konteks pengelolaan dana umat di tengah masyarakat multikultural seperti Yogyakarta!

Jawab:

1. Bhinneka Tunggal Ika: Berbeda-beda tetapi Satu Tujuan

Makna dasarnya adalah bahwa meskipun masyarakat Yogyakarta terdiri dari berbagai suku, agama, budaya, dan latar sosial, semua memiliki tujuan bersama: menciptakan kehidupan yang damai, sejahtera, bahagia, dan berkeadilan.
Dalam pengelolaan dana umat, prinsip ini berarti:

  • Dana umat (zakat, infak, sedekah, wakaf) tidak eksklusif, tetapi diarahkan untuk kemaslahatan umum, tanpa diskriminasi.
  • Setiap program pemberdayaan — seperti pelatihan UMKM, bantuan pendidikan, dan kesehatan — dijalankan dengan semangat kebersamaan lintas golongan.

2. Pengelolaan Dana Umat sebagai Wujud Gotong Royong Kebangsaan

Dana umat yang dikelola oleh BAZNAS, LAZ, atau lembaga sosial keagamaan lain menjadi alat pemersatu bangsa.

  • Zakat yang dihimpun dari umat Islam digunakan untuk menolong sesama, tanpa menimbulkan sekat sosial.
  • Infak dan sedekah dapat disalurkan ke program sosial yang membangun solidaritas lintas komunitas, seperti kebersihan lingkungan, tanggap bencana, atau ekonomi mikro.
  • Semangat ini memperkuat gotong royong sebagai nilai lokal Yogyakarta dan nilai universal Pancasila.

3. Keadilan Sosial dalam Masyarakat yang Majemuk

“Bhinneka Tunggal Ika” menuntun agar pengelolaan dana umat dilakukan dengan adil, transparan, dan profesional.

  • Tidak ada golongan yang diperlakukan lebih istimewa, tetapi setiap penerima dibantu berdasarkan kebutuhan dan kemaslahatan.
  • Program zakat produktif di Yogyakarta, misalnya, dapat menyasar pelaku UMKM dari berbagai kalangan, selama programnya membawa manfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas.

4. Moderasi dan Harmoni Antarumat Beragama

Dalam konteks Yogyakarta sebagai kota budaya dan pendidikan, pengelolaan dana umat juga menjadi media dakwah sosial yang moderat.

  • BAZNAS, masjid, dan lembaga Islam tidak hanya menguatkan ukhuwah Islamiyah, tetapi juga menumbuhkan ukhuwah insaniyah (persaudaraan kemanusiaan).
  • Melalui kegiatan sosial bersama — seperti bakti sosial lintas iman atau program pemberdayaan lingkungan — tercipta harmoni antarumat beragama.

5. Dana Umat sebagai Alat Mewujudkan Yogyakarta yang Inklusif

Yogyakarta dikenal dengan semboyan “Yogyakarta Istimewa” — keistimewaannya bukan hanya dalam tata pemerintahannya, tetapi juga dalam toleransi dan kebersamaan sosial.
Pengelolaan dana umat yang berlandaskan “Bhinneka Tunggal Ika” berarti:

  • Mendorong kolaborasi antar lembaga keagamaan untuk kemaslahatan bersama.
  • Menjadikan dana umat sebagai motor penggerak ekonomi kerakyatan, memperkuat UMKM tanpa melihat latar belakang agama atau budaya.

Kesimpulan

“Bhinneka Tunggal Ika” dalam pengelolaan dana umat di Yogyakarta bermakna bahwa keberagaman adalah kekuatan untuk menebar kemaslahatan bersama.
Melalui zakat, infak, sedekah, dan wakaf yang dikelola dengan prinsip keadilan, profesionalitas, dan inklusivitas, Yogyakarta dapat menjadi model kota multikultural yang religius, harmonis, dan berkeadilan sosial.

Wawasan Kebangsaan. Tanya: 13: Bagaimana zakat dapat menjadi instrumen ekonomi kebangsaan dalam mengurangi kesenjangan sosial?

Jawab:

Bagaimana zakat dapat menjadi instrumen ekonomi kebangsaan dalam mengurangi kesenjangan sosial

Zakat bukan hanya ibadah ritual, tetapi juga instrumen ekonomi kebangsaan yang memiliki kekuatan struktural untuk mendistribusikan kekayaan secara adil dan mendorong pembangunan ekonomi umat.
Peran zakat dalam mengurangi kesenjangan sosial dapat dijelaskan melalui beberapa aspek berikut:

1. Fungsi Distribusi Kekayaan (Redistribusi Ekonomi Umat)

Zakat berperan sebagai mekanisme redistribusi kekayaan dari kelompok kaya (aghniya’) kepada kelompok miskin (du’afa’).

  • Dengan kewajiban zakat atas harta, pendapatan, dan hasil usaha, kekayaan tidak hanya berputar di kalangan orang mampu.
  • Prinsip ini sejalan dengan Pasal 33 UUD 1945 dan nilai keadilan sosial dalam Pancasila, menjadikan zakat bagian dari sistem ekonomi nasional yang menyeimbangkan kepemilikan dan kesejahteraan.

2. Zakat Produktif sebagai Penggerak Ekonomi Kerakyatan

Pengelolaan zakat secara produktif — misalnya melalui modal usaha mikro, pelatihan wirausaha, atau pemberdayaan UMKM mustahik — dapat:

  • Mengubah mustahik (penerima zakat) menjadi muzaki (pembayar zakat).
  • Mengurangi ketergantungan bantuan konsumtif.
  • Menumbuhkan kemandirian ekonomi masyarakat kecil.

Contoh: Program Zakat Produktif BAZNAS DIY yang memberikan bantuan peralatan usaha bagi UMKM binaan di sektor kuliner halal dan pertanian organik.

3. Sinergi Zakat dengan Program Pemerintah

Zakat dapat diintegrasikan dengan kebijakan pembangunan ekonomi nasional:

  • Kolaborasi dengan Kementerian Sosial dan Pemda dalam program pengentasan kemiskinan.
  • Penyelarasan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama tujuan 1 (Tanpa Kemiskinan) dan 10 (Mengurangi Ketimpangan).
  • Dengan demikian, zakat menjadi bagian dari ekosistem ekonomi kebangsaan, bukan sekadar amal individu.

4. Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Inklusif

Zakat memacu sirkulasi ekonomi dari bawah (bottom-up economy):

  • Mustahik yang diberdayakan menjadi pelaku ekonomi produktif, meningkatkan daya beli masyarakat.
  • Terjadi perputaran uang yang sehat di pasar-pasar rakyat dan UMKM.
  • Efek berganda (multiplier effect) ini memperkuat stabilitas ekonomi nasional secara makro.

5. Membangun Solidaritas dan Keadilan Sosial

Zakat menumbuhkan rasa kepemilikan bersama terhadap bangsa.

  • Muzaki tidak hanya menunaikan kewajiban agama, tetapi juga berkontribusi pada pembangunan bangsa.
  • Mustahik merasa dihargai dan diberdayakan, bukan dikasihani.
    Inilah wujud nyata nilai “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.”

6. Instrumen Penguatan Ekonomi Syariah Nasional

Zakat merupakan pilar ekonomi syariah yang dapat bersinergi dengan wakaf produktif, BMT, dan koperasi syariah.
Dengan tata kelola yang profesional, zakat dapat memperkuat basis ekonomi nasional yang:

  • Mandiri, berkeadilan, dan bebas riba.
  • Mengutamakan kemaslahatan masyarakat kecil dan menengah.

Kesimpulan:

Zakat adalah instrumen ekonomi kebangsaan yang berfungsi sebagai jembatan keadilan sosial dan kemandirian ekonomi umat.
Dengan pengelolaan produktif, sinergis, dan transparan, zakat dapat menjadi kekuatan nyata dalam menurunkan kemiskinan, mengurangi ketimpangan sosial, serta memperkuat ekonomi nasional berbasis nilai-nilai Pancasila dan syariah.

Wawasan Kebangsaan. Tanya: 14: Sebutkan contoh sinergi zakat dan pembangunan daerah yang sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045!

Jawab:

1. Konsep Dasar Sinergi

Sinergi zakat dan pembangunan daerah berarti mengintegrasikan program pengelolaan zakat dengan rencana pembangunan daerah (RPJMD) agar dana umat tidak berjalan sendiri, melainkan mendukung visi pembangunan nasional dan daerah secara terpadu.
Dalam konteks Visi Indonesia Emas 2045, sinergi ini harus memperkuat:

  • SDM unggul dan berkarakter,
  • Ekonomi inklusif dan berkelanjutan, serta
  • Keadilan sosial dan pemerataan kesejahteraan.

2. Contoh Sinergi Zakat dan Pembangunan Daerah

a. Program Pemberdayaan UMKM Berbasis Zakat Produktif

  • Sinergi: BAZNAS bekerja sama dengan Dinas Koperasi dan UMKM untuk menyalurkan zakat produktif kepada pelaku usaha mikro (sektor kuliner halal, pertanian organik, dan ekonomi kreatif).
  • Arah 2045: Mendorong ekonomi berdaya saing dan mandiri, serta mengurangi kesenjangan ekonomi antarwilayah.
  • Contoh di DIY: Program “Zakat Produktif untuk UMKM Desa Wisata” oleh BAZNAS DIY dan PINBAS MUI DIY.

b. Beasiswa Zakat untuk SDM Unggul dan Berkarakter

  • Sinergi: BAZNAS daerah menggandeng Dinas Pendidikan dan Perguruan Tinggi untuk memberikan beasiswa bagi pelajar miskin berprestasi.
  • Arah 2045: Mewujudkan SDM unggul dan berakhlak mulia, pilar utama Indonesia Emas.
  • Contoh: Program Beasiswa Cendekia BAZNAS bekerja sama dengan kampus di Yogyakarta.

c. Program Rumah Layak Huni dan Sanitasi Berbasis Zakat

  • Sinergi: BAZNAS bermitra dengan Dinas PUPR dan Kementerian Sosial untuk membangun rumah bagi keluarga miskin dan penyandang disabilitas.
  • Arah 2045: Mendukung pembangunan berkelanjutan dan pemerataan kesejahteraan.
  • Contoh: Program Rumah Sehat Baznas dan Sanitasi Desa Sejahtera di Kabupaten Bantul dan Kulon Progo.

d. Program Zakat untuk Ketahanan Pangan Daerah

  • Sinergi: BAZNAS bekerja sama dengan Gapoktan, Dinas Pertanian, dan BUMDes untuk mengembangkan pertanian zakat produktif (pemberian benih, pupuk, dan modal kerja).
  • Arah 2045: Mewujudkan kemandirian pangan nasional dan ekonomi hijau berkelanjutan.
  • Contoh: Program Lumbung Pangan Mustahik di Sleman yang mendukung Sustainable Food Village.

e. Program Tanggap Bencana dan Ketahanan Sosial Berbasis Dana Zakat

  • Sinergi: Kolaborasi antara BAZNAS, BPBD, dan Pemda dalam penanganan bencana (recovery ekonomi korban bencana).
  • Arah 2045: Membangun masyarakat tangguh dan resilien terhadap krisis.
  • Contoh: BAZNAS Tanggap Bencana (BTB) di DIY yang terintegrasi dengan sistem Jogja Siaga Bencana.

3. Prinsip Sinergi Zakat dan Pembangunan Daerah

  1. Integrasi Data Mustahik dan DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) → agar penyaluran zakat tepat sasaran.
  2. Koordinasi Perencanaan Program (Musrenbang + Rencana Kerja BAZNAS) → agar program zakat mendukung prioritas daerah.
  3. Kolaborasi Multi-pihak (ABCGFM: Academician, Businessmen, Community, Government, Financial Institution, Media) → memastikan keberlanjutan program.

4. Kesimpulan

Zakat dapat menjadi instrumen strategis pembangunan daerah yang sejalan dengan Visi Indonesia Emas 2045 bila dikelola secara produktif, kolaboratif, dan terintegrasi dengan kebijakan pemerintah.
Melalui sinergi zakat dalam bidang pendidikan, UMKM, ketahanan pangan, dan sosial kemanusiaan, BAZNAS dapat berperan sebagai motor penggerak pemerataan ekonomi dan keadilan sosial menuju Indonesia yang maju dan berkeadaban.

Wawasan Kebangsaan. Tanya: 15: Dalam kondisi bencana alam, bagaimana BAZNAS berperan dalam solidaritas kemanusiaan lintas agama dan golongan?

Jawab:

Peran BAZNAS dalam Solidaritas Kemanusiaan Lintas Agama dan Golongan Saat Bencana Alam

1. Pendekatan Kemanusiaan Universal

BAZNAS berpegang pada prinsip bahwa zakat adalah instrumen keadilan sosial dan solidaritas kemanusiaan. Dalam situasi bencana alam seperti gempa, banjir, atau erupsi gunung berapi, BAZNAS menyalurkan bantuan tanpa melihat agama, suku, maupun golongan korban.

  • Dasarnya: maqashid syariah (tujuan syariat), yaitu menjaga jiwa (hifz an-nafs) dan kemaslahatan umum (maslahah ‘ammah).
  • Ini sejalan dengan semangat QS. Al-Ma’idah [5]: 2, “…Dan tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa…”.

2. Program “BAZNAS Tanggap Bencana (BTB)”

Unit khusus ini merupakan garda depan aksi kemanusiaan BAZNAS.

  • Tugasnya: evakuasi korban, distribusi logistik, penyediaan dapur umum, layanan kesehatan, dan pemulihan pascabencana.
  • Ciri khasnya: bekerja bersama BPBD, BNPB, TNI, Polri, PMI, lembaga lintas agama, dan relawan lokal.
  • Misal: Saat gempa Cianjur (2022), BAZNAS berkoordinasi dengan lembaga Kristen, Hindu, dan Budha untuk membagikan bantuan tanpa diskriminasi.

3. Dana ZIS dan Dana Kemanusiaan

BAZNAS menyalurkan bantuan melalui dua sumber:

  • Dana zakat: khusus untuk mustahik (korban muslim yang terdampak).
  • Dana infak, sedekah, dan CSR kemanusiaan: dapat digunakan untuk membantu semua korban, termasuk non-Muslim, sebagai bentuk solidaritas nasional.
    Hal ini menegaskan bahwa Islam mendorong kepedulian lintas batas, apalagi dalam situasi darurat kemanusiaan.

4. Kolaborasi Lintas Lembaga dan Lintas Iman

BAZNAS sering bekerja sama dengan:

  • Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB)
  • Lembaga-lembaga lintas iman dan ormas sosial
  • Pemerintah daerah dan lembaga donor
    Tujuannya memperkuat semangat ukhuwah insaniyyah (persaudaraan kemanusiaan), bukan hanya ukhuwah Islamiyyah.

5. Edukasi dan Dakwah Sosial

Melalui aksi tanggap bencana, BAZNAS menanamkan nilai:

  • Empati sosial, gotong royong, dan kepedulian universal.
  • Menunjukkan wajah Islam yang rahmatan lil ‘alamin — Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.
    Dengan demikian, solidaritas lintas agama menjadi sarana dakwah bil hal (dakwah dengan perbuatan).

Kesimpulan

Dalam kondisi bencana alam, BAZNAS berperan sebagai jembatan kemanusiaan:

Menyatukan umat beragama dalam aksi solidaritas, memulihkan kehidupan korban tanpa diskriminasi, dan mewujudkan nilai-nilai keadilan sosial yang sejalan dengan semangat Pancasila dan ajaran Islam rahmatan lil ‘alamin.

Moderasi Beragama. Tanya: 16: Jelaskan konsep moderasi beragama menurut Kementerian Agama RI!

Jawab:

Makna Utama

Moderasi beragama bukan berarti memoderasi agama, tetapi memoderasi cara beragama — agar umat beragama tidak bersikap ekstrem (baik terlalu keras maupun terlalu longgar) dalam memahami dan menjalankan ajarannya. Tujuannya adalah menjaga keseimbangan, toleransi, dan persaudaraan di tengah masyarakat yang majemuk.

Empat Indikator Utama Moderasi Beragama versi Kemenag RI

  1. Komitmen Kebangsaan
    Menempatkan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai konsensus bersama yang harus dijaga oleh seluruh umat beragama.
  2. Toleransi
    Menghargai perbedaan keyakinan, memberi ruang hidup bagi kelompok lain, dan bersedia bekerja sama dalam hal kemanusiaan dan kebaikan bersama.
  3. Anti Kekerasan
    Menolak segala bentuk kekerasan — baik fisik, verbal, maupun simbolik — dalam menjalankan dan menyebarkan ajaran agama.
  4. Penerimaan terhadap Tradisi dan Budaya Lokal
    Menerima praktik-praktik budaya yang tidak bertentangan dengan prinsip agama sebagai bagian dari kekayaan bangsa.

Tujuan Akhir

Moderasi beragama bertujuan untuk:

  • Mewujudkan kehidupan beragama yang damai dan harmonis,
  • Menguatkan kerukunan antarumat beragama,
  • Meneguhkan identitas keindonesiaan yang religius, inklusif, dan toleran.

Singkatnya:

Moderasi beragama adalah sikap beragama yang adil, seimbang, dan menghargai perbedaan untuk menjaga persatuan dan keharmonisan dalam masyarakat Indonesia yang majemuk.

Moderasi Beragama. Tanya: 17: Sebutkan empat indikator utama moderasi beragama dan berikan contoh penerapannya dalam kegiatan BAZNAS!

Jawab:

1.Komitmen Kebangsaan

Makna: Menjunjung tinggi Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan bernegara.
Contoh di BAZNAS:
BAZNAS menyalurkan zakat untuk mendukung program pengentasan kemiskinan nasional, seperti Rumah Sehat BAZNAS dan Beasiswa Cendekia BAZNAS, yang membantu warga tanpa membedakan suku, agama, atau golongan. Ini menunjukkan komitmen bahwa zakat mendukung pembangunan bangsa dan kesejahteraan nasional.

2. Toleransi

Makna: Menghargai perbedaan dan membuka ruang kerja sama lintas agama dan sosial.
Contoh di BAZNAS:
Dalam situasi bencana alam, BAZNAS melalui BAZNAS Tanggap Bencana (BTB) bekerja sama dengan PMI, lembaga lintas agama, dan relawan dari berbagai komunitas untuk membantu korban bencana, baik Muslim maupun non-Muslim. Hal ini mencerminkan semangat solidaritas kemanusiaan lintas iman.

3. Anti Kekerasan

Makna: Menolak kekerasan fisik, verbal, maupun simbolik dalam menyebarkan ajaran agama.
Contoh di BAZNAS:
BAZNAS menyalurkan dakwah zakat melalui pendekatan edukatif dan pemberdayaan ekonomi, bukan konfrontatif. Misalnya, program Zakat Community Development (ZCD) memberdayakan masyarakat miskin dengan pelatihan dan modal usaha, bukan dengan ceramah yang menyudutkan kelompok lain.

4. Penerimaan terhadap Tradisi dan Budaya Lokal

Makna: Menghargai kearifan lokal selama tidak bertentangan dengan ajaran agama.
Contoh di BAZNAS:
Dalam program Zakat Produktif UMKM Desa, BAZNAS bekerja sama dengan masyarakat lokal untuk mengembangkan produk khas daerah seperti kuliner halal, fasion batik, dan kerajinan tangan. Pendekatan ini menghormati identitas budaya lokal sekaligus memperkuat ekonomi umat.

Kesimpulan

Keempat indikator tersebut menunjukkan bahwa BAZNAS tidak hanya mengelola zakat secara syariah, tetapi juga menerapkan nilai moderasi beragama untuk menjaga harmoni sosial, memperkuat persatuan bangsa, dan menebarkan kemaslahatan bagi semua.

Moderasi Beragama. Tanya: 18: Bagaimana pimpinan BAZNAS dapat menanamkan nilai toleransi dan keadilan sosial dalam pengelolaan zakat?

Jawab:

1. Meneguhkan Prinsip Keadilan dalam Distribusi Zakat

Pimpinan BAZNAS memastikan bahwa zakat disalurkan secara adil, transparan, dan tepat sasaran kepada mustahik dari berbagai latar belakang — fakir, miskin, korban bencana, dan pelaku usaha kecil — tanpa diskriminasi suku, golongan, atau wilayah.
➡️ Contoh: Program Zakat Produktif UMKM diberikan kepada pelaku usaha mikro di daerah tertinggal, baik di perkotaan maupun pedesaan, agar semua memiliki kesempatan yang sama untuk sejahtera.

2. Menumbuhkan Sikap Toleransi dalam Layanan Kemanusiaan

Dalam kondisi bencana, pimpinan BAZNAS menanamkan semangat solidaritas lintas agama kepada para amil dan relawan. Bantuan kemanusiaan diberikan kepada semua korban tanpa melihat agama, karena nilai kemanusiaan bersifat universal.
➡️ Contoh: BAZNAS Tanggap Bencana (BTB) bekerja sama dengan lembaga lintas iman dan organisasi sosial dalam membantu korban gempa atau banjir.

3. Mengedukasi Amil dan Masyarakat tentang Moderasi Beragama

Pimpinan BAZNAS mendorong pelatihan dan pembinaan bagi amil agar memahami moderasi beragama, pentingnya toleransi, serta etika pelayanan publik yang inklusif.
➡️ Contoh: Pelatihan internal bertema “Zakat untuk Keadilan Sosial dan Harmoni Umat” bagi seluruh staf dan relawan.

4. Mengintegrasikan Nilai Toleransi dan Keadilan dalam Kebijakan dan Program

Setiap program zakat disusun dengan mempertimbangkan aspek keadilan sosial — mengurangi kesenjangan, memperkuat ekonomi umat, dan menjaga kohesi sosial.
➡️ Contoh: Program Beasiswa Cendekia BAZNAS memberi peluang belajar bagi anak dari keluarga miskin tanpa membedakan latar belakangnya.

Kesimpulan

Pimpinan BAZNAS menanamkan nilai toleransi dan keadilan sosial dengan menjadikan zakat sebagai alat pemberdayaan dan perekat bangsa — bukan sekadar ibadah finansial, tetapi juga wujud nyata dari ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

Moderasi Beragama. Tanya: 19: Apa makna “rahmatan lil ‘alamin” dalam konteks pengelolaan zakat modern?

Jawab:

Makna “rahmatan lil ‘alamin” dalam konteks pengelolaan zakat modern adalah bahwa zakat harus menjadi sarana mewujudkan kasih sayang, keadilan, dan kemaslahatan bagi seluruh alam, bukan hanya untuk umat Islam, tetapi juga untuk seluruh manusia dan lingkungan sekitar. Prinsip ini menekankan bahwa pengelolaan zakat tidak berhenti pada penyaluran bantuan, tetapi harus membawa dampak positif yang luas — sosial, ekonomi, dan ekologis.

Makna 1

1. Zakat sebagai Rahmat bagi Manusia

Zakat modern dikelola secara profesional, transparan, dan akuntabel untuk memberdayakan masyarakat miskin, membuka lapangan kerja, dan mengurangi kesenjangan sosial.
➡️ Contoh: Program Zakat Produktif membantu mustahik menjadi muzakki melalui pelatihan usaha dan modal kerja, sehingga menumbuhkan ekonomi umat secara berkelanjutan.

2. Rahmat bagi Semua Golongan

Semangat rahmatan lil ‘alamin mendorong lembaga zakat seperti BAZNAS untuk hadir dalam solidaritas kemanusiaan lintas agama dan golongan, terutama saat bencana alam.
➡️ Contoh: BAZNAS Tanggap Bencana (BTB) memberikan bantuan kepada korban bencana tanpa memandang latar belakang agama, karena nilai kemanusiaan bersifat universal.

3. Rahmat bagi Lingkungan

Pengelolaan zakat modern juga mencakup kepedulian terhadap kelestarian alam dan keberlanjutan ekosistem.
➡️ Contoh: Program Green Zakat mendukung pertanian berkelanjutan, penghijauan, dan pengelolaan sampah produktif di desa-desa binaan.

Kesimpulan

Dalam pengelolaan zakat modern, rahmatan lil ‘alamin berarti menjadikan zakat sebagai manifestasi kasih sayang Allah yang membawa manfaat universal — menebar kebaikan, menegakkan keadilan sosial, dan menjaga keberlanjutan kehidupan seluruh makhluk.

Makna “rahmatan lil ‘alamin” dalam konteks pengelolaan zakat modern adalah bahwa zakat harus menjadi sumber rahmat, kesejahteraan, dan kemaslahatan bagi seluruh umat manusia dan alam semesta, bukan hanya bagi kaum muslimin. Prinsip ini menegaskan bahwa zakat tidak semata-mata bersifat ritual keagamaan, tetapi juga memiliki fungsi sosial-ekonomi yang universal — menciptakan keadilan, menghapus kemiskinan, dan memperkuat solidaritas kemanusiaan.

Makna 2

1. Zakat sebagai Rahmat Sosial dan Ekonomi

Zakat dikelola secara profesional dan transparan untuk mengentaskan kemiskinan, menciptakan lapangan kerja, dan memberdayakan mustahik menjadi muzakki. Dengan demikian, zakat menjadi instrumen pemerataan ekonomi dan keadilan sosial yang membawa manfaat bagi seluruh masyarakat.
➡️ Contoh: Program Zakat Produktif dan Pemberdayaan UMKM oleh BAZNAS membantu masyarakat miskin memperoleh penghasilan yang berkelanjutan.

2. Zakat sebagai Rahmat bagi Semua Golongan

Dalam situasi darurat, seperti bencana alam, zakat (melalui dana infak dan sedekah) juga digunakan untuk membantu korban tanpa melihat agama atau suku, karena Islam mengajarkan kasih sayang kepada seluruh ciptaan Allah.
➡️ Contoh: BAZNAS Tanggap Bencana (BTB) menyalurkan bantuan bagi korban gempa dan banjir lintas agama, mencerminkan nilai rahmatan lil ‘alamin dalam aksi nyata.

3. Zakat sebagai Rahmat dalam Tata Kelola Modern

Pengelolaan zakat modern menuntut profesionalisme, akuntabilitas, digitalisasi, dan kolaborasi lintas sektor agar manfaatnya lebih luas dan berkelanjutan. Dengan inovasi tersebut, zakat menjadi rahmat dalam arti membawa kemajuan, efisiensi, dan pemberdayaan umat secara global.

Kesimpulan

Dalam pengelolaan zakat modern, rahmatan lil ‘alamin bermakna bahwa zakat harus dikelola secara adil, inklusif, dan profesional untuk menghadirkan rahmat, kemaslahatan, dan kesejahteraan bagi seluruh makhluk — manusia, masyarakat, dan alam.

Moderasi Beragama. Tanya: 20: Bagaimana sikap seorang amil zakat dalam menghadapi perbedaan pendapat fikih antar mazhab terkait zakat profesi?

Jawab:

1. Mengedepankan Sikap Ilmiah dan Bijak

Amil zakat harus memahami bahwa perbedaan pendapat (ikhtilaf) adalah hal yang wajar dalam fikih Islam. Zakat profesi memang tidak disebut secara eksplisit dalam nash, sehingga para ulama berbeda pendapat mengenai hukumnya. Karena itu, amil wajib menghormati semua pandangan ulama dan tidak menjatuhkan pendapat lain.

2. Berpegang pada Ketentuan Resmi yang Berlaku

Dalam konteks lembaga zakat seperti BAZNAS, amil berpedoman pada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 3 Tahun 2003 yang menetapkan bahwa zakat penghasilan atau profesi hukumnya wajib apabila telah memenuhi nisab dan haul.
➡️ Dengan begitu, amil memiliki dasar hukum yang kuat dan tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat.

3. Menanamkan Sikap Toleran dan Edukatif

Amil zakat harus bersikap lembut, menghargai perbedaan, dan mengedukasi umat dengan pendekatan persuasif, bukan memaksa.
➡️ Misalnya, jika ada umat yang mengikuti mazhab yang tidak mewajibkan zakat profesi, amil menjelaskan manfaat sosial dan keadilan ekonomi dari zakat tersebut, tanpa menyalahkan pandangan mereka.

4. Menjadikan Perbedaan sebagai Kekuatan Umat

Amil dapat memanfaatkan perbedaan fikih sebagai ruang dialog dan pembelajaran bersama, agar masyarakat semakin memahami fleksibilitas hukum Islam yang penuh rahmat.

Kesimpulan

Seorang amil zakat harus bersikap ilmiah, toleran, dan persuasif dalam menghadapi perbedaan fikih tentang zakat profesi — berpegang pada fatwa resmi MUI, sambil tetap menghormati pandangan mazhab lain sebagai bagian dari kekayaan khazanah Islam.

By MUI PINBAS

PINBAS MUI DIY, pusat inkubasi bisnis syariah. Sebuah lembaga yang kegiatannya mendampingi pelaku usaha UMKM dan Koperasi syariah serta media preneur terutama di DIY

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *